Kamis, 30 Juli 2009

UTUSAN SANG UTUSAN

MUSH'AB BIN 'UMAIR


Sepulang dari mengikat janji dengan RasuluLlah di lembah Aqabah, ummat
Islam Yastrib segera pulang kembali ke kotanya dan mulai menyusun strategi
da'wah yang akan diterapkan di Yastrib. Situasi "ipoleksus" Yastrib saat itu
benar-benar memerlukan pemikiran dan kerja bersama untuk menghadapinya. Saat
itu jalur ekonomi dan politik dikuasai oleh orang-orang Yahudi. Sistem riba
yang diterapkan Yahudi sangat mengganggu roda perekonomian, dimana kesenjangan
antara kaya dan miskin teramat kentara.

Sementara itu kesatuan masyarakat Yastrib yang terdiri dari berbagai
suku, selalu dalam kondisi terpecah dan saling curiga, ditambah dengan intrik-
intrik Yahudi yang selalu meniupkan rasa permusuhan di antara mereka. Opini
umum saat itu juga dikuasai Yahudi. Kedaan diperparah dengan kepercayaan tradisi
leluhur dan animisme yang membelenggu cara berpikir masyarakat. Singkatnya,
jalan da'wah di Yastrib masih terasa teramat sulit.

Hasil pengamatan lapangan ini semua memerlukan analisis dan penyusunan
strategi yang briliant, dan juga sekaligus "bil hikmah" serta "istiqomah".
Perlu pendekatan kompromistis tanpa harus menyelewengkan nilai-nilai al-Islam.
Mereka berpikir keras dan menyusun strategi. Akhirnya diputuskan untuk menempuh
jalan da'wah sirriyyah (da'wah secara diam-diam).

Dalam musyawarah pasca Aqabah itu, diputuskan juga untuk menugaskan
seseorang untuk menghadap RasuluLlah, meminta kepada beliau untuk mengirimkan
seorang da'i dan instruktur ke Yastrib. Da'i ini dipandang sangat perlu untuk
mengajar "alif-ba-ta"nya ajaran-ajaran Al-Qur'an, sekaligus menjadi "uswah"
mereka dalam cara hidup yang Islami. Menurut mereka inilah cara terbaik untuk
meningkatkan akselerasi da'wah di Yastrib, tanpa harus kehilangan arah.

RasuluLlah sangat menghargai nilai strategis yang telah diputuskan oleh
kaum muslimin Yastrib, beliau juga sangat memahami obsesi yang mereka miliki
saat itu. Akhirnya, beliau memutuskan untuk mengabulkan permohonan delegasi
Yastrib, serta menunjuk Mush'ab al Khair bin 'Umair RA. Tentunya bukan tanpa
alasan RasuluLlah memilih pemuda pendiam yang satu ini. Beberapa sisi kehidupan
yang ada pada diri Mush'ab sangat menentukan dalam mengantarkannya menduduki
jabatan penting ini. Ia adalah kader RasuluLlah hasil binaan dan tempaan madrasah
Arqom bin Arqom. Dengan begitu kualitas dan taat asasnya sangat terjamin.

Mush'ab adalah tipe muslim yang mengutamakan banyak kerja. Dengan sikap
"sami'na wa atho'na", Mush'ab menerima tugas yang diamanahkan RasululuLlah ke
atas pundaknya. Jadilah ia seorang utusan dari Sang Utusan. Dengan segera,
sesampainya di Yastrib, Mush'ab menemui para naqib (pimpinan kelompok) yang
ditunjuk RasuluLlah di Aqabah. Dengan mereka, Mush'ab membuat outline langkah-
langkah da'wah yang akan mereka lakukan. Untuk menghindari benturan langsung
dengan masyarakat Yahudi, yang saat itu sangat geram karena mengetahui bahwa
Nabi Terakhir ternyata bukan dari kalangan mereka, Mush'ab menetapkan untuk
mempertahankan jalan da'wah secara sirriyyah. Disamping itu, ditetapkan untuk
mempertinggi intensitas da'wah kepada beberapa kabilah, terutama Aus dan Khajraj,
karena kedua kabilah ini dinilai sangat potensial dan merupakan kunci dalam
memudahkan jalan da'wah.

Mush'ab bin Umair terjun langsung memimpin para naqib dalam berda'wah.
Beliau berda'wah tanpa membagi-bagikan roti dan nasi atau jampi-jampi. Ia
meyakini Islam ini adalah dienul-haq, dan harus disampaikan dengan haq (benar)
pula, bukan dengan bujukan apalagi paksaan. Mush'ab terkenal sangat lembut
namun tegas dalam menyampaikan da'wahnya, termasuk ketika ia diancam dengan
pedang oleh Usaid bin Khudzair dan Sa'ad bin Muadz, dua pemuka Bani Abdil Asyhal.
Dengan tenang, Mush'ab berkata: "Mengapa anda tidak duduk dulu bersama kami
untuk mendengarkan apa yang saya sampaikan? Bila tertarik, alhamduliLlah, bila
tidak, kami pun tidak akan memaksakan apa-apa yang tidak kalian sukai." Keduanya
terdiam dan menerima tawaran Mush'ab, duduk mendengarkan apa yang dikatakannya.
Mereka ternyata tidak hanya sekedar tertarik, dengan seketika keduanya
bersyahadat ... dan tidak itu saja mereka kembali kepada kelompok masyarakatnya
dan mengajak mereka semua memeluk Islam.

Demikianlah, satu persatu kabilah-kabilah di Yastrib menerima Islam. Hampir
semua anggota kedua kabilah besar: Aus dan Khajraj, mau dan mampu menerima Islam.
Gaya hidup terasa mulai berubah di Yastrib. Lingkaran jamaah muslim semakin
melebar, hampir di setiap perkampungan ditemui halaqah-halaqah Al-Qur'an.

Potensi ummat telah tergalang, namun demikian Mush'ab tidak lantas merasa
berwenang untuk memutuskan langkah da'wah selanjutnya. Untuk itu Mush'ab mengirim
utusan kepada RasuluLlah untuk meminta pendapat beliau mengenai langkah da'wah
selanjutnya, apakah perlu diadakan "show of force" dengan sholat berjamaah.

Musim haji tiba! Mush'ab bersama tujuh puluh-an muslim Yastrib menuju
Makkah dengan tujuan utama menemui pimpinannya: RasuluLlah SAW, untuk melaporkan
hasil dan problema da'wah di Yastrib, serta mengantarkan para muslimin Yastrib
untuk berbai'ah kepada RasuluLlah SAW. Mush'ab tidak berlama-lama di kampung
halamannya, karena tugasnya di Yastrib telah menanti. Beliau segera kembali
bersama rombongan menuju ke Yastrib untuk semakin menggiatkan aktifitas da'wah,
serta mempersiapkan kondisi bila sewaktu-waktu RasuluLlah dan muslimin Makkah
berhijrah ke Yastrib. Penerapan nilai-nilai Islam di Yastrib berjalan mulus,
murni dan konsekuen. Kaum Yahudi tidak banyak berbicara, mereka melihat kekuatan
muslimin yang semakin besar, sulit untuk dipecah. Singkatnya, saat itu, kota
Yastrib dan mayoritas penduduknya telah siap secara aqidah dan siyasah (politik).
Mereka dengan antusias menantikan kedatangan RasuluLlah dan muslimin Makkah.

Akhirnya, sampailah para muhajirrin dari Makkah di Madinah ...
Islam berkembang semakin luas dan kuat. Pada titik ini, bukan berarti
Mush'ab minta pensiun, karena beliau menyadari bahwa tugas seorang da'i tak
kenal henti. Beliau tetap terlibat aktif dalam da'wah dan peperangan. Beliau
mendapatkan syahid-nya di medan pertempuran Uhud. RasuluLlah sangat terharu
sampai menitikkan air mata ketika melihat jenazah Mush'ab. Kain yang dipakai
untuk mengkafaninya tidak cukup, bila ditarik untuk menutupi kepalanya,
tersingkaplah bagian kakinya, dan bila di tarik ke bawah, tersingkaplah
bagian kepalanya. RasuluLlah terkenang dengan masa muda pemuda Quraisy
ini yang mempunyai puluhan pasang pakaian yang indah-indah. Saat itulah
RasuluLlah membaca bagian dari surat al-Ahzab ayat 23:

"Sebagian mu'min ada yang telah menepati janji mereka kepada
ALlah, sebagian mereka mati syahid, sebagian lainnya masih
menunggu, dan mereka memang tidak pernah mengingkari janji."

Mush'ab bin 'Umair wafat dalam usia belum lagi 40 tahun. Ia masih muda,
tidak sempat melihat hasil positif dari kerja akbar yang telah dilakukannya.
Semoga ALlah Rabbul Jalil merahmati Mush'ab al-Khair bin 'Umair.

TUJUAN HIDUP KITA

Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang
Assalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh

Saudara-saudaraku yang dikasihi Allah,
Di tengah-tengah semester sekarang ini, masing-masing dari kita pasti
disibukkan dengan tugas-tugas kuliah: mid-term exams, homework, paper,
presentation, etc. Sering-sering dalam kesibukan semacam ini waktu seolah-olah
kurang saja. "I wish there were 30 hours in a day!", itu yang sering terbayang
apabila tugas belum selesai, padahal due time hampir tiba. Malam menjadi siang,
siang menjadi siang. Masing-masing dari kita pasti pernah mengalami stress
semacam ini.

Elok sekali, dalam keadaan semacam ini saya hendak mengingatkan diri saya
sendiri dan Saudara-saudaraku semua: Apa sih yang hendak kita tuju dalam hidup
ini? Apa tujuan kita dalam hidup?
- to get a high degree of education?
- to get a good job?
- to get a beautiful wife (handsome husband)?
- to be influencial?
- to get rich?
- ???

Saudara-saudaraku yang dikasihi,
Mungkin tujuan-tujuan hidup yang saya sebutkan di atas ada di pikiran kita. Itu
wajar saja, as human being. Akan tetapi, perlu kita sadari bahwa itu semua
hanyalah tujuan temporer saja. Ada tujuan kita yang lebih suci, yang lebih
agung, dan yang lebih mendasar; karena tujuan yang satu ini mencakupi dan
melandasi tujuan-tujuan temporer tersebut. Apa tujuan itu?

-------------------------------------------------
| Allahu ghayatuna -> Allah tujuan kita......... |
_________________________________________________


Allah tujuan kita mengandung arti agar kita mengikhlaskan untuk Allah
segala perkataan dan perbuatan kita, ibadah dan perjuangan kita. Sehingga kita
diakui sebagai hamba-hamba-Nya yang mukhlisin dan menjadilah semboyan yang
selalu kita ikrarkan setiap waktu dan tempat:

"Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya dan
demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah."
(Al-An'aam 162-163)



Saudara-saudaraku yang dikasihi,
Marilah kita renungkan sejenak hidup kita ini....
Sudahkah hidup kita ini sejalan dengan ikrar kita???
Sholat kita hanya untuk Allah?
Ibadah kita hanya untuk Allah?
Hidup dan mati kita hanya untuk Allah?

Itulah Saudara-saudaraku,
Sekedar renungan di pagi ini,
Marilah kita sucikan tujuan kita agar hanya untuk Allah,
Supaya segala amal & perbuatan kita diterima Allah
Sebagai tabungan untuk hari Akhir..

Wabillahi taufiq wal hidayah,
Wassalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh

ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN

Saat Fulanah masih seorang gadis, yang ada di benaknya dan yang
kemudian menjadi tekadnya adalah keinginan menjadi isteri shalihat
yang taat dan selalu tersenyum manis. Pendeknya, ingin memberikan
yang terbaik bagi suaminya kelak sebagai jalan pintas menuju surga.

Tekad itu diperolehnya setelah mengikuti berbagai 'tabligh', ceramah,
dan seminar keputerian serta membaca sendiri berbagai risalah. Bahkan
banyak pula ayat Al-Qur'an dan Hadits yang berkaitan dengan hal itu
telah dihafalnya, seperti "Ar Rijalu qowwamuna alan nisaa'...","Faso-
lihatu qonitatu hafizhotu lilghoibi bima hafizhallah..." (QS. An-Nisa
ayat 34). Juga Hadits :"Ad dunya mata', wa khoiru mata'iha al mar'atus
sholihat." (dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah
isteri sholihat). Atau, hadits "Wanita sholihat adalah yang menyenangkan
bila dipandang, taat bila disuruh dan menjaga apa-apa yang diamanahkan
padanya. Begitu pula hadits "Jika seorang isteri sholat lima waktu,
shaum di bulan Ramadhan dan menjaga kehormatan dirinya serta suaminya
dalam keadaan ridha padanya saat ia mati, maka ia boleh masuk surga
lewat pintu yang mana saja. (HR Ahmad dan Thabrani). Hadits yang berat
dan seram pun dihafalnya, "Jika manusia boleh menyembah manusia lainnya,
maka aku perintahkan isteri menyembah suaminya." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi,
Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban)

Figur isteri yang sholihat, taat, dan setia serta qona'ah seperti Kha-
dijah r.a. benar-benar terpatri kuat di benak Fulanah dan jelas ingin
ditirunya. Maka, tatkala Allah SWT telah menakdirkan ia mendapat jodoh
seorang Muslim yang sholih, 'alim dan berkomitmen penuh pada Islam,
Fulanah pun melangkah ke gerbang pernikahan dengan mantap. Begitu khidmat
dan khusyu karena kesadaran penuh untuk beribadah dan menjadikan jihad
dan syahid sebagai tujuan hidup berumah tangga.


EPISODE 2

Tatkala Fulan masih menjadi seorang jejaka, ia sering membatin, ber-
angan-angan, dan bercita-cita membentuk rumah tangga Islami dengan
seorang Muslimah sholihat yang menyejukkan hati dan mata. Alangkah
bahagianya menjadi seorang suami dan seorang "qowwam" yang "qooimin
bi nafsihi wa muuqimun lil ghoirihi" (tegak atas dirinya dan mampu
menegakkan orang lain, terutama isteri dan anak-anaknya). Juga menjadi
'imam yang adil' yang akan memimpin dan mengarahkan isteri dan anak-
anaknya.

Alangkah menenangkannya mempunyai seorang isteri yang akan dijaganya
lahir dan batin, dilindungi dan disayanginya karena ia adalah amanah
Allah SWT yang telah dihalalkan baginya dengan dua kalimat Allah SWT.
Ia bertekad untuk mempergauli isterinya dengan ma'ruf (QS An-Nisa:19)
dan memperhatikan hadits Rasulullah SAW tentang kewajiban-kewajiban
seorang suami. "Hanya laki-laki mulialah yang memuliakan wanita."
"Yang paling baik di antara kamu, wahai mu'min, adalah yang paling
baik perlakuannya terhadap isterinya. Dan akulah (Muhammad SAW) yang
paling baik perlakuannya terhadap isteri-isteriku." "Wanita seperti
tulang rusuk manakala dibiarkan ia akan tetap bengkok, dan manakala
diluruskan secara paksa ia akan patah." (HR. Bukhari dan Muslim)

Fulan pun bertekad meneladani Rasulullah SAW yang begitu sayang dan
lembut pada isterinya. Tidak merasa rendah dengan ikut meringankan
beban pekerjaan isteri seperti membantu menyapu, menisik baju dan
sekali-sekali turun ke dapur seperti ucapan Rasulullah kepada Bilal :
"Hai Bilal, mari bersenang-senang dengan menolong wanita di dapur."
Karena Rasulullah suka bergurau dan bermain-main dengan isteri seperti
berlomba lari dengan Aisyah r.a. (HR Ahmad), maka ia pun berkeinginan
meniru hal itu serta menyapa isteri dengan panggilan lembut 'Dik' atau
'Yang'.

EPISODE-EPISODE SELANJUTNYA

Fulan dan Fulanah pun ditakdirkan Allah SWT untuk menikah. Pasangan
yang serasi karena sekufu dalam dien, akhlaq, dan komitmen dengan
Islam.

Waktu pun terus berjalan. Dan walaupun tekad dan cita-cita terus
membara, kin banyak hal-hal realistis yang harus dihadapi. Sifat,
karakter, pembawaan, selera, dan kegemaran serta perbedaan latar
belakang keluarga yang semula mudah terjembatani oleh kesatuan iman,
cita-cita, dan komitmen ternyata lambat laun menjadi bahan-bahan
perselisihan. Pertengkaran memang bumbunya perkawinan, tetapi manakala
bumbu yang dibubuhkan terlalu banyak, tentu rasanya menjadi tajam dan
tak enak lagi.

Ternyata, segala sesuatunya tak seindah bayangan semula. Antara harapan
dan kenyataan ada terbentang satu jarak. Taman bunga yang dilalui
ternyata pendek dan singkat saja. Cukup banyak onak dan duri siap
menghadang. Sehabis meneguk madu, ternyata 'brotowali' yang pahitpun
harus diteguk. Berbagai masalah kehidupan dalam perkawinan harus
dihadapi secara realistis oleh pasangan mujahid dan mujahidah sekalipun.
Allah tak akan begitu saja menurunkan malaikat-malaikat untuk menyelesai-
kan setiap konflik yang dihadapi. "Innallaha laa yughoyyiru ma biqoumi
hatta yughoyyiru maa bi anfusihim" (QS Ar-Raad : 6).

Ada seorang isteri yang mengeluhkan cara bicara suaminya terutama jika
marah atau menegur, terdengar begitu 'nyelekit'. Ada pula suami yang
mengeluh karena dominasi ibu mertua terlalu besar. Perselisihan dapat
timbul karena perbedaan gaya bicara, pola asuh, dan latar belakang
keluarganya. Kejengkelan juga mulai timbul karena ternyata suami
bersikap 'cuek', tidak mau tahu kerepotan rumah tangga, karena berang-
gapan "itu khan memang tugas isteri." Sebaliknya, ada suami yang kesal
karena isterinya tidak gesit dan terampil dalam urusan rumah tangga,
maklum sebelumnya sibuk kuliah dan jadi 'kutu buku' saja.

Fulan pun mulai mengeluh. Ternyata isterinya tidak se-"qonaah" yang
diduganya, bahkan cenderung menuntut, kurang bersahaja dan kurang
bersyukur. Fulanah sebaliknya. Ia mengeluh, sang suami begitu irit
bahkan cenderung kikir, padahal kebutuhan rumah tangga dan anak-anak
terus meningkat.

Seorang sahabat Fulan juga kesal karena isterinya sulit menerima
keadaan keluargan. Sebab musababnya sih karena perbedaan status
sosial, ekonomi dan adat istiadat. Kekesalannya bertambah-tambah
karena dilihatnya sang isteri malas meningkatkan kemampuan intelek-
tual, manajemen rumah tangga, serta kiat-kiat mendidik anak. Sebaliknya,
sang isteri menuduh suaminya sebagai "anak mama" yang kurang mandiri dan
tidak memberi perhatian yang cukup pada isteri dan anak-anaknya. Belum
lagi problem yang akan dihadapi pasangan-pasangan muda yang masih tinggal
menumpang di rumah orang tua. Atau di dalam rumah mereka ikut tinggal
kakak-kakak atau adik-adik ipar. Kesemua keadaan itu potensial mengundang
konflik bila tidak bijak-bijak mengaturnya.

Kadang-kadang semangat seorang Muslimah untuk da'wah keluar rumah terlalu
berlebihan. Tidak "tawazun". Hal ini dapat menyebabkan seorang suami
mengeluh karena terbebani dengan tugas-tugas rumah tangga yang seabreg-
abreg dan mengurus anak-anak. Selanjutnya, ada pula Muslimah yang terlalu
banyak menceritakan kekurangan suaminya, kekecewaan-kekecewaannya pada
suaminya. Padahal ia sendiri kurang instrospeksi bahwa ia sering lupa
melihat kebaikan dan kelebihan suaminya.

Ada suami yang begitu "kikir" dalam memuji, kurang "sense of humor" dan
"sedikit" berkata lembut pada isteri. Kalau ada kebaikan isteri yang
dilihatnya, disimpannya dalam hati, tetapi bila ia melihat kekurangan
segera diutarakannya. Bahkan ada pula pasangan suami-isteri yang memiliki
problem "hubungan intim suami-isteri". Mereka merasa tabu untuk membica-
rakannya secara terus terang di antara mereka berdua. Padahal akibatnya
menghilangkan kesakinahan rumah tangga.

Kalau mau dideretkan dan diuraikan lagi, pasti daftar konflik yang terjadi
di antara pasangan suami-isteri muda Muslim dan Muslimah akan lebih panjang
lagi. Memang, persoalan-persoalan tidak begitu saja hilang. Rumah tangga
tidak pasti akan berjalan mulus tanpa konflik hanya dengan kesamaan fikrah
dan cita-cita menegakkan Islam. Mereka yakni Fulan dan Fulanah cs tetap
manusia-manusia biasa yang bisa membuat kekhilafan dan tidak lepas dari
kekurangan-kekurangan. Dan mereka pun pasti mengalami juga fluktuasi iman.

Pasangan yang bijak dan kuat imannya akan mampu istiqomah dan lebih punya
kemampuan menepis badai dengan menurunkan standar harapan. Tidak perlu
berharap muluk-muluk seperti ketika masih gadis atau jejaka. Karena,
ternyata kita pun belum bisa mewujudkan tekad kita itu. Sebagai Muslim
dan Muslimah hendaknya kita sadar, tidak mungkin kita dapat menjadi isteri
atau suami yang sempurna seperti bidadari atau malaikat. Maka kita pun
tentunya tidak perlu menuntut kesempurnaan dari suami atau isteri kita.

"Just the way you are" lah. Kita terima pasangan hidup kita seadanya,
lengkap dengan segala kekurangan (asal tidak melanggar syar'i) dan
kelebihannya. Kita memang berasal dari latar belakang keluarga, kebia-
saan, dan karakter yang berbeda, walau tentunya dien, fikrah, dan cita-
cita kita sama. Pada saat ghirah tinggi, iman dalam kondisi puncak,
"Prima", semua perbedaan seolah sirna. Namun pada saat "ghirah" turun,
iman menurun, semua perbedaan itu menyembul ke permukaan, mengganjal,
mengganggu, dan menyebalkan. Akibatnya tidak terwujud sakinah.

Kiat utama mengatasi permasalahan dalam rumah tangga, tentunya setelah
berdoa memohon pertolongan Allah SWT dan mau ber "muhasabah" (introspeksi),
adalah mengusahakan adanya komunikasi yang baik dan terbuka antara suami-
isteri. Masalah yang timbul sedapat mungkin diselesaikan secara intern
dulu di antara suami-isteri dengan pembicaraan dari hati ke hati. "Uneg-
uneg" yang ada secara fair dan bijak diungkapkan.

Selanjutnya, yang memang bersalah diharapkan tidak segan-segan mengakui
kesalahan dan meminta maaf. Yang dimintai maaf juga segera mau memaafkan
dan tidak mendendam. Masing-masing pihak berusaha keras untuk tidak
mengadu ke orang tua, atau orang lain. Jadi tidak membongkar atau membe-
berkan aib dan kekurangan suami atau isteri. Hal lain yang perlu diper-
hatikan adalah tidak membandingk-bandingkan suami atau isteri dengan
orang lain, karena itu akan menyakitkan pasangan hidup kita. Setelah itu,
masing-masing juga perlu 'waspada' agar tidak terbiasa kikir pujian dan
royal celaan.

Jika terpaksa, kadnag-kadang memang diperlukan bantuan pihak ketiga
(tetapi pastikan yang dapat dipercaya keimanan dan akhlaqnya) untuk
membantu melihat permasalahan secara lebih jernih. Kadang-kadang
"kacamata" yang kita pakai sudah begitu buram sehingga semua kebaikan
pasangan hidup kita menjadi tidak terlihat, bahkan yang terlihat
keburukannya saja. Orang lain yang terpercaya InsyaAllah akan bisa
membantu menggosok 'kacamata' yang buram itu. Alhamdulillah ada yang
tertolong dengan cara ini dan mengatakan setelah konflik terselesaikan
mereka pun berbaikan lagi seperti baru menikah saja ! Layaknya !

Dengan berikhtiar maksimal, bermujahadah, dan bersandar pada Allah SWT,
InsyaAllah kita dapat mengembalikan kesakinahan dan kebahagiaan rumah
tangga kita, serta kembali bertekad menjadikan jihad dan syahid sebagai
tujuan kita berumah tangga. Amiin yaa Robbal'aalamiin.

Wallahu a'lam bishowab.

Wassalamu'alaikum wa rohmatullaahi wa barokaatuhu

UPAYA MUSUH ISLAM TERHADAP KELUARGA MUSLIM

"Segolongan dari Ahli Kitab ingin menyesatkan kamu, padahal
mereka (sebenarnya) tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan
mereka tidak menyadari."
[Ali 'Imran: 69]

Assalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh
Alhamdu lillahi nasta'iinuhu wa nastaghfiruhu,
wa na'udzu hillahi min syuruuri anfusinaa
Asyhaadu allaa ilaaha illallahu,
wa asyhaadu anna muhammdaan 'abduhu wa rasuluh
Allahumma shalli 'alaa Muhammad wa 'alaa aalihii wa ashhabihi aj'main
Ammaa ba'du, uushiikum wa nafsii bitaquwallahi faqad faazalmuttaquun

Banyak komentar yang dilontarkan oleh penulis-penulis dan
cendekiawan Barat tentang Islam, maka jumlah mereka yang
mengomentari secara obyektif bisa dihitung dengan jari. Hal ini
dimaksudkan untuk menunjukkan keagungan Islam yang sempat
membuat mereka terpana keheranan.

Namun fanatisme yang melingkupi diri mereka, ditambah
lagi dengan ketidaktahuan mereka aterhadap ajaran-ajaran Islam
yang benar, kedengkian karena populasi kelompok yang terus
diwariskan kepada mereka, arus politik kolonialisme, akhirnya
menjadikan Islam sebagai musuh yang harus mereka hadapi.
Apalagi yang berkenan dengan pola-pola sosial dan yang paling
utama mereka akan menyerang keluarga muslim.

Kedengkian seperti itu tergambar dalam diri sala seorang
pemimpin di Perancis. Setelah mengadakan kunjungan ke Mesir.
Ia mengeritik tatanan keluarga muslim secara pedas, dan juga
mengeritik gambaran wanita muslimah yang jauh dari gambaran
semestinya. Ia berkata, "Manusia tidak akan mendapatkan cara
yang paling keji untuk menghukum orang yang bersalah, seperti
layaknya wanita-wanita Mesir."

Seorang penulis Perancis Athena L tak kalah giatnya
mencari terobosan-terobosan baru untuk menghadapi Islam. Untuk
itu ia berkata, "MENGHADAPI ISLAM DENGAN MENGGUNAKAN
KEKUATAN JUSTRU MEMBUAT AGAMA ITU SEMAKIN
TERSEBAR KE MANA-MANA. CARA PELING EFEKTIF UNTUK
MENGHANCURKAN ISLAM DAN MENCABUT AKAR-AKARNYA
IALAH: MENDIDIK ANAK-ANAK MEREKA DI SEKOLAHAN-
SEKOLAHAN KRISTEN, MENANAMKAN BENIH-BENIH
KERAGUAN DI DALAM JIWA MEREKA SEJAK DINI, SEHINGGA
TANPA TERASA SEBENARNYA MEREKA DIGIRING KEPADA
KEYAKINAN YANG RUSAK. CARA SEPERTI INI JAUH LEBIH
EFEKTIF DARIPADA MENJADIKAN MEREKA MEMELUK
AGAMA KRISTEN."

Ia juga menambahi lagi, "MENDIDIK WANITA-WANITA
ISLAM DI SEKOLAHAN UNTUK PARA BIARAWATI
MERUPAKAN SATU-SATUNYA PENDIDIKAN YANG PALING
MENGENA UNTUK MENGHANCURKAN ISLAM LEWAT
TANGAN PEMELUKNYA SENDIRI. MEREKA YANG BERADA
DALAM SUATU KELUARGA MUSLIM DAPAT MENCIPTAKAN
PERMUSUHAN TERSELUBUNG, YANG TIDAK BISA
DITUNDUKKAN BEGITU SAJA OLEH SUAMINYA. SEBAB
WANITA ISLAM YANG TELAH DIJEJALI DENGAN PENDIDIKAN
KRISTEN, MUDAH MEMPENGARUHI PERASAAN DAN AKUDAH
SUAMINYA, SEHINGGA IA BISA MENJAUHKANNYA DARI
ISLAM DAN DAPAT MENDIDIK ANAK-ANAKNYA BUKAN
MENURUT AGAMA KAKEK NENEKNYA. SEBAGAIMANA
YANG TERJADI PADA ZAMAN SEKARANG INI, SEORANG IBU
YANG BERTANGGUNG JAWAB MENDIDIK ANAKNYA, MAKA
DIALAH SARANA YANG PALING TEPAT UNTUK
MENGHANCURKAN ISLAM."

Itulah yang telah diserukan Athena untuk menghancurkan
Islam dari dalam. Cara serupa juga ditempuh oleh Snouck
Hourgrounye yang berkata, "UNTUK MENGHANCURKAN ISLAM,
TIDAK ADA GUNANYA MEMERANGI ORANG-ORANG ISLAM
ATAU MELINDAS MEREKA DENGAN MENGERAHKAN
KEKUATAN SENJATA. TAPI HAL ITU CUKUP DENGAN
MENGADU DOMBA ANTARA KELOMPOK MEREKA DENGAN
KELOMPOK YANGLAIN DARI DALAM, YAITU DENGAN
MENANAMKAN PERBEDAAN PENDAPAT DAN MADZHAB
SERTA MENANAMKAN KETIDAKPERCAYAAN KEPADA
PEMIMPINNYA. DI SATU PIHAK ANAK-ANAK MEREKA
HARUS DIJEJALI DENGAN PAHAM MARXISME."

Itulah sebagian usaha dari musuh-musuh Islam --Kristen
dan Yahudi-- dalam meruntuhkan bangunan Islam dengan cara
merusak tatanan keluarga muslim dari dalam. Keberhasilan
mereka dalam menlancarkan misi-misinya jelas di pelupuk mata kita
yaitu dengan mengeksploitasi wanita-wanita muslim dalam berbagai
sarana hiburan dan lain sebagainya. Wanita-wanita kita, di jaman
sekarang, lebih cenderung atau leibh suka menjadi wanita-wanita
pekerja/buruh di luar rumah daripada menjalankan tugas untuk
mengurus rumah tangganya, mendidik anak-anaknya supaya bisa
menjadi generasi yang handal kelak dikemudian hari atau melayani
suami dan lain sebagainya. Lebih-lebih sekarang di negeri kita ini,
dengan bantuan sarana telekomunikasi TV, musuh-musuh kita lebih
gencar dan efektif lagi dalam merusak/mengikis akhlak masyarakat
Indonesia yang mayoritas beragama Islam umumnya dan keluarga
muslim khususnya. Acara film keluarga impor yang disiarkan TV
swasta seluruhnya berasal dari negara non muslim --Kristen.
Mereka tidak segan-segan mengeluarkan biaya yang banyak untuk
men-dubbing ke dalam bahasa Indonesia, karena dengan melakukan
itu misi yang mereka inginkan lebih bekerja secara efektif lagi.
Orang lebih suka mendengar daripada harus membaca teks
terjemahan. Dan ini mereka --yang tidak suka dengan Islam--
pahami dengan sangat. Dengan siaran-siaran tersebut diharapkan
mereka --keluarga muslim-- akan mencontoh tatanan keluarga Barat
yang tidak sesuai dengan kepribadian Islam.
Saya yakin dalam waktu singkat saja akan terjadi krisis kepribadian
Islam melanda umat Islam di negeri kita bila tidak ada penanganan
yang cepat dan serius dalam mengatasi masalah ini. Terutama
dalam membentengin keluarga muslim dari keratan-keratan atau
ghazwul fikri dengan memberikan pemahaman yang frekuentif
tentang dien Islam.

Akhirnya ...
"Hai orang-orang yang beriman,peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia
dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras,
yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepda mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."

[At Tahrim: 6]

"Kebenaran itu adalah dari Rabb-mu, sebab itu jangan
sekali-kali kamu termasuk orang yang ragu."

[Al Baqarah: 147]

"Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia
mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya
(iman). Dan orang-orang yang kafir pelindung-pelindungnya ialah
syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan
(kekafiran). Mereka adalah penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya."
[Al Baqarah: 257]

Ya Allah, berilah kekuatan kepada kami, hamba-hamba-Mu,
dalam menjalan perintah-perintah-Mu, menegakkan kalimat-Mu
dengan berpegang pada firman-Mu al-Qur'an dan sunnah rasul-Mu
al-hadits.

Yang benar datangnya hanya dari-Mu semata ya Rabbi, dan
kesalahan datangnya dari diri hamba yang bodoh dan hamba
memohon ampun kepada-Mu, ya Allah...

Alhamdulillahi rabbil 'alamin...

Wasslamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

C. Dermawan

HAQ FITRI MANUSIA

Hak-hak, fitrah manusia, sendiri sebagaimana dirumuskan para
fuqaha meliputi lima hal;
1. Din
2. Jiwa
3. Akal
4. Harga diri
5. Cinta

Secara fitri, manusia seperti juga makhluk-makhluk Allah
lainnya, adalah dalam keadaan Islam, tunduk patuh pada aturan
Khalik Rabbul alamin. Jiwa yang bersih dan suci manusia berhak
akan dinullah. Jiwa yang bersih dan suci condong pada kebenaran,
hanif. Karenanya petunjuk tentang kebenaran, jalan yang lurus,
merupakan hak fitri manusia. Dalam jalan ini saja manusia akan
sampai pada tujuannya (ridla Allah). Karena tidaklah diciptakan
manusia kecuali untuk menjadi hamba Allah di bumi, untuk menjadi
khalifah, membesarkan dan menegakkan kalimat Allah di bumi, untuk
beribadah. Hanya dalam jalan ini saja, manusia akan dapat memain
kan peran sebagaimana yang telah digariskan oleh Khaliknya, Rabb
manusia. Hanya dalam jalan ini saja manusia akan selamat dan
mendapat kemenangan. Karenanya manusia mempunyai hak akan jalan
ini, din ini, dan hak ini datang dari Penciptanya.

Tanpa din manusia akan kacau, tak terarah, akan jatuh pada
tingkat sekualitas hewan. Tanpa din manusia akan saling mengham
bakan diri, saling menguasai. Karenanya din adalah hak fitri yang
mesti ditegakkan dalam diri manusia, baik sebagai makhluk pribadi
maupun sosial. Dan pembangunan tidak lain dari upaya menyiapkan
apa-apa yang mesti disiapkan, untuk menegakkan dinullah dalam
kalbu manusia, untuk memberikan hak fitri manusia akan din.
Lengkapnya. pembangunan adalah proses menegakkan, menyuburkan,
memelihara, dan mempertahankan dinullah, fitrah utama manusia,
dalam gelora kalbu insani.

Secara fitri, manusia berhak akan jiwa. Karenanya sangat
besar dosa seorang muslim yang menumpahkan darah saudaranya.
Tanpa jiwa manusia tidak lagi berwujud manusia. Untuk memenuhi
hak sekaligus kewajiban menjadi khalifah di bumi, untuk dapat
mengabdi kepada Rabb, untuk dapat menegakkan risalah Islam dalam
dada manusia, serta melaksanakan tindakan lain sebagai makhluk
Allah, maka secara fitri jiwa atau ruh adalah prasyarat dan hak
bagi manusia. Jiwa demikian berharga bagi manusia dan menempati
berharga ketimbang hidup dalam kekafiran tanpa din. Dengan demi
kian, maka pembangunan mestilah memelihara, melindungi, dan
mempertahankan jiwa manusia, agar jiwa ini tetap pekat dengan
dinullah.

Secara fitri manusia berhak akan akal. Tanpa akal manusia tak
akan lebih baik dari robot. Untuk dapat mengatasi berbagai per
soalan sehubungan dengan pengabdian kepada Allah, sehubungan
dengan penegakkan kalimah tauhid, dalam rangka pengibaran bendera
Allah di bumi, maka akal adalah alat, hak, dan karunia Allah yang
besar bagi manusia. Dinullah sendiri perintah dan petunjuk bagi
manusia yang berakal. Hanya manusia yang berakal saja yang dapat
mengambil pelajaran dari penciptaan langit dan bumi. Hanya
orang-orang yang berakal saja yang akan mengetahui bahwa Islam
adalah jalan hidup yang benar dan membawa keselamatan sementara
ajaran lain akan membawa penyesalan. Karenanya Islam menentang
pengrusakan akal melalui alkohol atau narkotika. Islam pun menen
tang pendewaan akal, rasionalisme yang melecehkan dinullah. Islam
pun menentang pengrusakan akal dalam makna intelek, melalui
pengembangan konsep-konsep yang bertentangan dan menentang dinul
lah.

Dengan demikian pembangunan mestilah memelihara, melindungi,
dan mempertahankan akal manusia, sehingga kualitas ibadah/peng
hambaan dapat dipertahankan atau ditingkatkan. Pembangunan mesti
lah memberikan ilmu yang hak (al Qur'an) pada akal, dan hanya
mengisi akal dengan ilmu yang shahih. Pembangunan mesti mengisi,
melatih, dan memelihara akal manusia agar hasilnya (fikrah)
adalah fikrah yang Islami, pikiran yang membela Islam, yang
membesarkan Islam, bukan sebaliknya. Pembangunan yang demikian
akan menangkal rembesan konsep-konsep toghut masuk dalam jiwa
manusia muslim. Maka akal manusia akan optimal dalam pengabdian
dan perjuangan di jalan Rabbnya.

Manusia secara fitri berhak akan keturunan yang baik. Ketu
runan yang shaleh akan membawa izzah (kebanggaan), harga diri.
Karenanya pembangunan mestilah melindungi dan memlihara keturunan
manusia, sehingga regenerasi dapat berjalan dalam kebaikan atau
malah meningkat. pembangunan mesti menembus dimensi waktu, dan
memperhatikan masa depan manusia melalui keturunannya. Karena
melalui penerusan pada keturunan dinullah dapat bersambung dan
terpelihara. Bila tidak maka Islam hanya akan jaya dalam satu
periode saja, dinullah hanya berperan dalam satu masa saja,
padahal Islam menembus dimensi waktu, dan penghambaan kepada Rabb
tak berhenti sampai waktu yang ditetapkan oleh Rabb saja.

Seperti juga hak akan akal, manusia pun secara fitri berhak
akan cinta; cinta pada anak, istri, persaudaraan, materi. Allah
menumbuhkan rasa cinta ini dalam jiwa manusia. melalui rasa cinta
setipa hubungan dapat berjalan dengan harmonis dan mesra, kewaji
ban pun dengan ringan dapat dilaksanakan. Cinta akan Allah dan
cinta akan jihad fisabilillah sudah barang tentu melandasi rasa
cinta manusia. Dengan demikian maka pembangunan pada hakekatnya
adalah memelihara, memupuk, dan membentengi cinta dalam kalbu
pelaksanaan tugas-tugas penghambaan kepada Allah; sehingga rasa
cinta ini menempati posisi yang tepat.

Sampai disini terlihat betapa Islam berbeda dalam menanggapi
issue pembangunan. Karena Islam mempunyai konsep tersendiri,
yakni pembangunan manusia, penegakkan fitrah manusiawi. Dengan
demikian parameter untuk menilai keberhasilan pembangunan dalam
Islam pun akan berbeda. Masalahnya adalah bagaimana mewujudkan
semua ini. Kalau Barat melirik Islam, kita tidak perlu percaya
bahwa mereka akan menjadikan Islam sebagai konteks, apalagi
berbangga diri. Karena jelas Islam menganjurkan curiga dan berbu
ruk sangka terhadap kaum yang kafir, Allah Maha Tahu rahasia hati
mereka. Penegakkan Islam di bumi tidak mungkin diserahkan pada
Barat, tapi pada diri kita sendiri, pada umat sendiri. Selama
kita masih mengambil konsep-konsep yang bukan khas diri, diluar
jati diri, apalagi dengan hanya menjadikan Islam sebagai etika,
untuk kepentingan pembangunan umat, maka pembangunan itu hanyalah
akan menjauhkan umat dari tujuannya--mencari ridla Allah, bukan
membawa keselamatan namun membawa kemudlaratan. Pembangunan bagi
Islam, hanyalah pembangunan manusia, pembangunan umat, menegakkan
khalifah Allah di bumi, menegakkan fitrah manusia, dengan cara
yang dicontohkan tauhidul uswah, rasulullah Muhammad.

KETIKA AZAN MEMANGGIL, KUKEJAR ALLAH DENGAN SEPEDA

Hari meranggas petang, para pekerja mulai meninggalkan tempat
kerjanya. Bis-bis kota dan metro mini sarat penumpang berhenti di
banyak halte dan persimpangan. Wajah-wajah lelah terlihat menuruni
tangga bis kota.

Sukardi, siap menghadang wajah-wajah lelah ini di perempatan
Rawa Badak, Tanjung Priok. Pria bertubuh tinggi besar, berkulit
gelap dengan sorot mata tajam, serta dilengkapi topi "baretta"
yang menahan teriknya matahari Jakarta, menantikan mereka di atas
sadel sepedanya.

Ia telah pernah bekerja pada sebuah pabrik kaca milik investor
Jepang di bilangan Pulo Gadung, Jakarta. Pekerjaan itu digeluti
nya selama empat tahun. Namun kini ia harus meninggalkan peker
jaannya itu, karena ia pernah absen beberapa lama, karena sakit
yang dideritanya. Karena itulah ia di-PHK. Perusahaan tak mau
rugi, tak mau pula menanggung biaya kesehatan ... maka PHK-lah
jalan keluarnya.

Pak Sukardi siap menerima kenyataan ini, karena keyakinannya
telah tertempa oleh nilai Islam yang diyakininya. "Saya yakin,
rejeki mah Allah yang ngatur ..." Berangkat dari keyakinan yang
tulus itu, serta menyadari keterbatasannya yang tidak lulus
sekolah dasar, ia banting stir ke usaha yang tak pernah ia impi
kan sebelumnya: menjadi pengemudi ojek! Keyakinan dan usaha itu
memang membuahkan hasilnya, "Setiap hari paling sedikit saya bisa
men gantongi tujuh ribu perak. Alhamdulillah, bisa untuk makan
dan membiayai anak-anak ..." Ia mempunyai empat orang anak. Yang
paling besar di SLTA, dua orang di SLTP, yang paling kecil masih
di SD. "Sekarang ini, kalau kita nggak kuat mendidik anak dengan
agama, gawat! Banyak sekali gangguannya. Kita sering dengar ada
anak gadis hamil duluan sbelum nikah. Nauzu biLlah min zalik! Itu
kesalah orang tuanya yang tidak mendidik dengan pelajaran agama."

Kiranya Pak Sukardi benar, arus kejahiliyahan memang tengah
merayap di sela-sela kehidupan kita. Arus itu melilit dan meracu
ni semua lapisan sosial dengan segala perwujudannya. Tidak hanya
meracuni si kaya, tapi juga si miskin. Pak Sukardi tak ingin
terlindas arus itu. "Saya tanamkan Islam pada anak-anak melalui
pengajian dan halaqoh di Masjid, dan saya "ngasih" contoh pada
mereka. Misalnya kalau sholat subuh, kita bangunkan mereka, kita
ajak ke masjid ..."

"Habis, kita hidup ini untuk apa sih kalau bukan untuk iba
ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada Ku.
Jadi semua hidu kitaini untuk ibadah. Bekerja ibadah, belajar
ibadah, pokoknya semua lah! Untuk apa hidup di dunia ini kalau
cuman bergelimang harta tanpa tujuan yang jelas? Dan kekurangan
material bukanlah halangan untuk memilih tujuan hidup yang benar
dan pasti!"

Keyakinan itulah yang agaknya terpatri kuat dalam jiwa tukang
ojek kita ini. Maka ketika azan memanggil, ia tak menyia-nyiakan
waktu untuk tetap berada dalam tujuan utama hidupnya. Ia bergegas
pulang ke rumah menunaikan kewajibannya di masjid dekat rumahnya.
"Kalau ngedenger azan terus kita belum sholat, rasanya nggak
enak, kayak punya utang saja. Hati gelisah, pengennya mau pulang
melulu ...
padahal lagi ada penumpang."

"Kenapa mesti pulang segala Pak? Bukankah masjid di sekitar
Tanjung Priok ini banyak, di setiap jalan ada masjid?"
"Bukan begitu ... celana saya kotor, baju juga bau keringet ...
Masak mau "ngadep" Alloh, pakai celana dan baju kotor? Sedangkan
kalau mau ngadep Pak Lurah aja, kita rapih, ya nggak?"

Pak Sukardi sudah menganggap, ibadah baginya merupakan kebu
tuhan. Ia merasa punya beban jika kewajiban terhadap Alloh belum
ditunaikan. Tidak hanya itu saja, ia bahkan berusaha mendirikan
kewajiban tersebut dengan cara yang terbaik. "Pernah ada teman
saya yang "ngetawa'in" dan ngejek saya, karena saya pakai payung
waktu "narik" di siang bolong. Waktu itu bulan Ramadhan. Saya
diamkan saja. Habis, dari pada saya batal puasa karena
kepanasan?" ceritanya tentang pengalamannya menarik ojek di bulan
suci Ramadhan. "Saya menyayangkan teman-teman saya yang tidak
puasa di bulan Ramadhan. Padahal kita bisa ngatur waktu untuk
menjaga dan mempertahankan puasa kita. Misalnya kalu narik di
bulan Ramadhan, sebaiknya dari pagi sampai sekitar jam sebelasan
lah, jangan lebih. Habis itu kita pulang, sholat Zuhur, tidur di
rumah sampai Ashar. Habis Ashar kita bisa narik lagi sampai
malem. Itu 'kan nggak terlalu menguras tenaga? Kita bisa tetap
puasa, udah gitu dapet rejeki lagi. Alhamdulillah, selama saya
narik ojek ini, saya nggak pernah "bolong" puasa, bukannya nyom
bong nih!"

Pernah suatu hari ia mendapat penumpang, dan sudah menjadi
kebiasannya ia selalu mengajak ngobrol orang yang memerlukan
jasanya. Pembicaraan berkisar pada soal hujan yang sudah lama
tidak turun, entah bagaimana tiba-tiba orang itu mengatakan bahwa
berkat kecanggihan, teknologi sekarang hujan sudah bisa dibuat.
Pernyataan ini langsung disergah oleh Pak Sukardi. "Hujan mah,
biar gimana, buatan Alloh, Pak! Manusia nggak bisa bikin hujan.
Kita jangan sombong dengan ilmu pengetahuan kita, sebab kalau
dibandingkan dengan ilmunya Alloh, ilmu kita mah nggak ada arti
nya. Kita manusia cuma bisa berusaha, Alloh yang menentukan. Kita
aja yang ngaku-ngaku bisa bikin hujan buatan, padahal semuanya
dari Alloh."

begitu saja. Ia selalu menyelipkan da'wah nilai-nilai Islam
barang sepatah dua patah kata. "Kita ini harus mengajak manusia
ke jalan Alloh. Kita ummat Islam semua ini, adalah da'i. Balighu
'anni walau ayah. Sampaikan dariku walau hanya satu ayat, begitu
kata Nabi Muhammad."ketika ditanya tentang aktifitas keislaman
nya, dan dari mana ia memperoleh bahan-bahan yang up-to-date
untuk berda'wah, ia mengatakan:
" Saya tiap malem Selasa, selalu ngaji di Masjid Al-Mukaromah di
Jalan Mangga. Saya pergi sama anak saya yang di SMA, pakai sepeda
ini. Alhamdulillah, sepeda ini disamping bisa untuk nyari duit,
juga bisa dipakai untuk pergi ngaji ...."

Hari-hari pak Sukardi adalah sepeda dan da'wah, keringat dan
ibadah. Sebuah fenomena yang menyejukkan yang dapat kita saksi
kan di tengah gemuruhnya "pemurtadan" dan pendangkalan aqidah di
mana-mana.

ADA SAJADAH PANJANG TERBENTANG

Lagu Bimbo dengan judul tersebut membuat saya merenung
akan hubungan saya dengan Allah swt. Saya ingin tahu
bagaimana sebenarnya posisi saya di sisi Tuhan. Seorang
sufi berkata, "jika anda ingin tahu bagaimana posisi
anda di sisi Tuhan, lihatlah di mana posisi Tuhan di
hati anda!"

Saya pun mencoba melihat ke dalam hati saya. Bisakah
saya merasakan Tuhan hadir di hati saya? Entahlah....
Saya memang bukan seorang sufi. Tapi saya percaya
bahwa Tuhan semestinya hadir dalam semua perbuatan saya.

Ketika saya sholat dan puasa, saya tahu Tuhan hadir
dalam hati saya. Namun ketika saya berangkat kerja,
ke luar dari rumah, saya tak bisa memastikan apakah
masih saya bawa Tuhan dalam aktivitas saya.

Apakah Tuhan hadir ketika saya disodori uang komisi
oleh rekan sekantor? Apakah Tuhan hadir ketika saya
selipkan selembar amplop agar urusan saya menjadi lancar?
Apakah Tuhan juga hadir ketika saya ombang-ambingkan
mereka yg datang ke kantor saya, terlempar dari
satu meja ke meja yang lain.....

Lagu Bimbo tersebut mengingatkan saya bahwa
hidup ini bagaikan sajadah panjang yang terbentang,
dari buaian bunda sampai ke liang lahat.
Seharusnya semua aktivitas yang saya lakukan
di sajadah panjang ini membawa saya untuk
selalu mengingat kehadiran-Nya.

Mengapa Tuhan hanya saya bawa dan saya resapi
kehadiran-Nya ketika saya berada di masjid,
dan tiba-tiba Tuhan hilang ketika saya berada di
luar masjid. Kalau saja lagu Bimbo tersebut
saya terjemahkan ke dalam bahasa para khatib
Jum'at: "Apapun aktivitas kita, seharusnya
kita selalu ingat keberadaan Allah. Itulah
makna dzikrullah; mengingat Allah; itu
jugalah makna ibadah."

Kalau saya diperbolehkan menerjemahkan lagu
Bimbo itu dengan bahasa al-Qur'an, saya teringat
satu ayat suci, "Tidaklah Aku ciptakan jin
dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku"
Sayang, penfsiran saya akan kata ibadah masih
terbatas pada ibadah ritual. Sayang sekali,
sajadah saya tak panjang terbentang. Sajadah saya
tak mampu masuk ke gedung-gedung pencakar langit,
ke pusat perbelanjaan, ke tempat hiburan dan ke
gedung sekolah.

"Tak kulihat suatu benda, kecuali di ujungnya
kulihat ada Tuhan!" Ah, ucapan sufi ini lagi-lagi
membuat saya malu...Saya tahu bahwa bukan maksud sufi
tersebut untuk mengatakan dia telah melihat Tuhan,
tapi yang ingin dia ceritakan adalah Tuhan
selalu hadir di sekelilingnya.

Ada sajadah panjang terbentang....