Kamis, 30 Juli 2009

UTUSAN SANG UTUSAN

MUSH'AB BIN 'UMAIR


Sepulang dari mengikat janji dengan RasuluLlah di lembah Aqabah, ummat
Islam Yastrib segera pulang kembali ke kotanya dan mulai menyusun strategi
da'wah yang akan diterapkan di Yastrib. Situasi "ipoleksus" Yastrib saat itu
benar-benar memerlukan pemikiran dan kerja bersama untuk menghadapinya. Saat
itu jalur ekonomi dan politik dikuasai oleh orang-orang Yahudi. Sistem riba
yang diterapkan Yahudi sangat mengganggu roda perekonomian, dimana kesenjangan
antara kaya dan miskin teramat kentara.

Sementara itu kesatuan masyarakat Yastrib yang terdiri dari berbagai
suku, selalu dalam kondisi terpecah dan saling curiga, ditambah dengan intrik-
intrik Yahudi yang selalu meniupkan rasa permusuhan di antara mereka. Opini
umum saat itu juga dikuasai Yahudi. Kedaan diperparah dengan kepercayaan tradisi
leluhur dan animisme yang membelenggu cara berpikir masyarakat. Singkatnya,
jalan da'wah di Yastrib masih terasa teramat sulit.

Hasil pengamatan lapangan ini semua memerlukan analisis dan penyusunan
strategi yang briliant, dan juga sekaligus "bil hikmah" serta "istiqomah".
Perlu pendekatan kompromistis tanpa harus menyelewengkan nilai-nilai al-Islam.
Mereka berpikir keras dan menyusun strategi. Akhirnya diputuskan untuk menempuh
jalan da'wah sirriyyah (da'wah secara diam-diam).

Dalam musyawarah pasca Aqabah itu, diputuskan juga untuk menugaskan
seseorang untuk menghadap RasuluLlah, meminta kepada beliau untuk mengirimkan
seorang da'i dan instruktur ke Yastrib. Da'i ini dipandang sangat perlu untuk
mengajar "alif-ba-ta"nya ajaran-ajaran Al-Qur'an, sekaligus menjadi "uswah"
mereka dalam cara hidup yang Islami. Menurut mereka inilah cara terbaik untuk
meningkatkan akselerasi da'wah di Yastrib, tanpa harus kehilangan arah.

RasuluLlah sangat menghargai nilai strategis yang telah diputuskan oleh
kaum muslimin Yastrib, beliau juga sangat memahami obsesi yang mereka miliki
saat itu. Akhirnya, beliau memutuskan untuk mengabulkan permohonan delegasi
Yastrib, serta menunjuk Mush'ab al Khair bin 'Umair RA. Tentunya bukan tanpa
alasan RasuluLlah memilih pemuda pendiam yang satu ini. Beberapa sisi kehidupan
yang ada pada diri Mush'ab sangat menentukan dalam mengantarkannya menduduki
jabatan penting ini. Ia adalah kader RasuluLlah hasil binaan dan tempaan madrasah
Arqom bin Arqom. Dengan begitu kualitas dan taat asasnya sangat terjamin.

Mush'ab adalah tipe muslim yang mengutamakan banyak kerja. Dengan sikap
"sami'na wa atho'na", Mush'ab menerima tugas yang diamanahkan RasululuLlah ke
atas pundaknya. Jadilah ia seorang utusan dari Sang Utusan. Dengan segera,
sesampainya di Yastrib, Mush'ab menemui para naqib (pimpinan kelompok) yang
ditunjuk RasuluLlah di Aqabah. Dengan mereka, Mush'ab membuat outline langkah-
langkah da'wah yang akan mereka lakukan. Untuk menghindari benturan langsung
dengan masyarakat Yahudi, yang saat itu sangat geram karena mengetahui bahwa
Nabi Terakhir ternyata bukan dari kalangan mereka, Mush'ab menetapkan untuk
mempertahankan jalan da'wah secara sirriyyah. Disamping itu, ditetapkan untuk
mempertinggi intensitas da'wah kepada beberapa kabilah, terutama Aus dan Khajraj,
karena kedua kabilah ini dinilai sangat potensial dan merupakan kunci dalam
memudahkan jalan da'wah.

Mush'ab bin Umair terjun langsung memimpin para naqib dalam berda'wah.
Beliau berda'wah tanpa membagi-bagikan roti dan nasi atau jampi-jampi. Ia
meyakini Islam ini adalah dienul-haq, dan harus disampaikan dengan haq (benar)
pula, bukan dengan bujukan apalagi paksaan. Mush'ab terkenal sangat lembut
namun tegas dalam menyampaikan da'wahnya, termasuk ketika ia diancam dengan
pedang oleh Usaid bin Khudzair dan Sa'ad bin Muadz, dua pemuka Bani Abdil Asyhal.
Dengan tenang, Mush'ab berkata: "Mengapa anda tidak duduk dulu bersama kami
untuk mendengarkan apa yang saya sampaikan? Bila tertarik, alhamduliLlah, bila
tidak, kami pun tidak akan memaksakan apa-apa yang tidak kalian sukai." Keduanya
terdiam dan menerima tawaran Mush'ab, duduk mendengarkan apa yang dikatakannya.
Mereka ternyata tidak hanya sekedar tertarik, dengan seketika keduanya
bersyahadat ... dan tidak itu saja mereka kembali kepada kelompok masyarakatnya
dan mengajak mereka semua memeluk Islam.

Demikianlah, satu persatu kabilah-kabilah di Yastrib menerima Islam. Hampir
semua anggota kedua kabilah besar: Aus dan Khajraj, mau dan mampu menerima Islam.
Gaya hidup terasa mulai berubah di Yastrib. Lingkaran jamaah muslim semakin
melebar, hampir di setiap perkampungan ditemui halaqah-halaqah Al-Qur'an.

Potensi ummat telah tergalang, namun demikian Mush'ab tidak lantas merasa
berwenang untuk memutuskan langkah da'wah selanjutnya. Untuk itu Mush'ab mengirim
utusan kepada RasuluLlah untuk meminta pendapat beliau mengenai langkah da'wah
selanjutnya, apakah perlu diadakan "show of force" dengan sholat berjamaah.

Musim haji tiba! Mush'ab bersama tujuh puluh-an muslim Yastrib menuju
Makkah dengan tujuan utama menemui pimpinannya: RasuluLlah SAW, untuk melaporkan
hasil dan problema da'wah di Yastrib, serta mengantarkan para muslimin Yastrib
untuk berbai'ah kepada RasuluLlah SAW. Mush'ab tidak berlama-lama di kampung
halamannya, karena tugasnya di Yastrib telah menanti. Beliau segera kembali
bersama rombongan menuju ke Yastrib untuk semakin menggiatkan aktifitas da'wah,
serta mempersiapkan kondisi bila sewaktu-waktu RasuluLlah dan muslimin Makkah
berhijrah ke Yastrib. Penerapan nilai-nilai Islam di Yastrib berjalan mulus,
murni dan konsekuen. Kaum Yahudi tidak banyak berbicara, mereka melihat kekuatan
muslimin yang semakin besar, sulit untuk dipecah. Singkatnya, saat itu, kota
Yastrib dan mayoritas penduduknya telah siap secara aqidah dan siyasah (politik).
Mereka dengan antusias menantikan kedatangan RasuluLlah dan muslimin Makkah.

Akhirnya, sampailah para muhajirrin dari Makkah di Madinah ...
Islam berkembang semakin luas dan kuat. Pada titik ini, bukan berarti
Mush'ab minta pensiun, karena beliau menyadari bahwa tugas seorang da'i tak
kenal henti. Beliau tetap terlibat aktif dalam da'wah dan peperangan. Beliau
mendapatkan syahid-nya di medan pertempuran Uhud. RasuluLlah sangat terharu
sampai menitikkan air mata ketika melihat jenazah Mush'ab. Kain yang dipakai
untuk mengkafaninya tidak cukup, bila ditarik untuk menutupi kepalanya,
tersingkaplah bagian kakinya, dan bila di tarik ke bawah, tersingkaplah
bagian kepalanya. RasuluLlah terkenang dengan masa muda pemuda Quraisy
ini yang mempunyai puluhan pasang pakaian yang indah-indah. Saat itulah
RasuluLlah membaca bagian dari surat al-Ahzab ayat 23:

"Sebagian mu'min ada yang telah menepati janji mereka kepada
ALlah, sebagian mereka mati syahid, sebagian lainnya masih
menunggu, dan mereka memang tidak pernah mengingkari janji."

Mush'ab bin 'Umair wafat dalam usia belum lagi 40 tahun. Ia masih muda,
tidak sempat melihat hasil positif dari kerja akbar yang telah dilakukannya.
Semoga ALlah Rabbul Jalil merahmati Mush'ab al-Khair bin 'Umair.

TUJUAN HIDUP KITA

Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang
Assalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh

Saudara-saudaraku yang dikasihi Allah,
Di tengah-tengah semester sekarang ini, masing-masing dari kita pasti
disibukkan dengan tugas-tugas kuliah: mid-term exams, homework, paper,
presentation, etc. Sering-sering dalam kesibukan semacam ini waktu seolah-olah
kurang saja. "I wish there were 30 hours in a day!", itu yang sering terbayang
apabila tugas belum selesai, padahal due time hampir tiba. Malam menjadi siang,
siang menjadi siang. Masing-masing dari kita pasti pernah mengalami stress
semacam ini.

Elok sekali, dalam keadaan semacam ini saya hendak mengingatkan diri saya
sendiri dan Saudara-saudaraku semua: Apa sih yang hendak kita tuju dalam hidup
ini? Apa tujuan kita dalam hidup?
- to get a high degree of education?
- to get a good job?
- to get a beautiful wife (handsome husband)?
- to be influencial?
- to get rich?
- ???

Saudara-saudaraku yang dikasihi,
Mungkin tujuan-tujuan hidup yang saya sebutkan di atas ada di pikiran kita. Itu
wajar saja, as human being. Akan tetapi, perlu kita sadari bahwa itu semua
hanyalah tujuan temporer saja. Ada tujuan kita yang lebih suci, yang lebih
agung, dan yang lebih mendasar; karena tujuan yang satu ini mencakupi dan
melandasi tujuan-tujuan temporer tersebut. Apa tujuan itu?

-------------------------------------------------
| Allahu ghayatuna -> Allah tujuan kita......... |
_________________________________________________


Allah tujuan kita mengandung arti agar kita mengikhlaskan untuk Allah
segala perkataan dan perbuatan kita, ibadah dan perjuangan kita. Sehingga kita
diakui sebagai hamba-hamba-Nya yang mukhlisin dan menjadilah semboyan yang
selalu kita ikrarkan setiap waktu dan tempat:

"Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya dan
demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah."
(Al-An'aam 162-163)



Saudara-saudaraku yang dikasihi,
Marilah kita renungkan sejenak hidup kita ini....
Sudahkah hidup kita ini sejalan dengan ikrar kita???
Sholat kita hanya untuk Allah?
Ibadah kita hanya untuk Allah?
Hidup dan mati kita hanya untuk Allah?

Itulah Saudara-saudaraku,
Sekedar renungan di pagi ini,
Marilah kita sucikan tujuan kita agar hanya untuk Allah,
Supaya segala amal & perbuatan kita diterima Allah
Sebagai tabungan untuk hari Akhir..

Wabillahi taufiq wal hidayah,
Wassalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh

ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN

Saat Fulanah masih seorang gadis, yang ada di benaknya dan yang
kemudian menjadi tekadnya adalah keinginan menjadi isteri shalihat
yang taat dan selalu tersenyum manis. Pendeknya, ingin memberikan
yang terbaik bagi suaminya kelak sebagai jalan pintas menuju surga.

Tekad itu diperolehnya setelah mengikuti berbagai 'tabligh', ceramah,
dan seminar keputerian serta membaca sendiri berbagai risalah. Bahkan
banyak pula ayat Al-Qur'an dan Hadits yang berkaitan dengan hal itu
telah dihafalnya, seperti "Ar Rijalu qowwamuna alan nisaa'...","Faso-
lihatu qonitatu hafizhotu lilghoibi bima hafizhallah..." (QS. An-Nisa
ayat 34). Juga Hadits :"Ad dunya mata', wa khoiru mata'iha al mar'atus
sholihat." (dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah
isteri sholihat). Atau, hadits "Wanita sholihat adalah yang menyenangkan
bila dipandang, taat bila disuruh dan menjaga apa-apa yang diamanahkan
padanya. Begitu pula hadits "Jika seorang isteri sholat lima waktu,
shaum di bulan Ramadhan dan menjaga kehormatan dirinya serta suaminya
dalam keadaan ridha padanya saat ia mati, maka ia boleh masuk surga
lewat pintu yang mana saja. (HR Ahmad dan Thabrani). Hadits yang berat
dan seram pun dihafalnya, "Jika manusia boleh menyembah manusia lainnya,
maka aku perintahkan isteri menyembah suaminya." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi,
Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban)

Figur isteri yang sholihat, taat, dan setia serta qona'ah seperti Kha-
dijah r.a. benar-benar terpatri kuat di benak Fulanah dan jelas ingin
ditirunya. Maka, tatkala Allah SWT telah menakdirkan ia mendapat jodoh
seorang Muslim yang sholih, 'alim dan berkomitmen penuh pada Islam,
Fulanah pun melangkah ke gerbang pernikahan dengan mantap. Begitu khidmat
dan khusyu karena kesadaran penuh untuk beribadah dan menjadikan jihad
dan syahid sebagai tujuan hidup berumah tangga.


EPISODE 2

Tatkala Fulan masih menjadi seorang jejaka, ia sering membatin, ber-
angan-angan, dan bercita-cita membentuk rumah tangga Islami dengan
seorang Muslimah sholihat yang menyejukkan hati dan mata. Alangkah
bahagianya menjadi seorang suami dan seorang "qowwam" yang "qooimin
bi nafsihi wa muuqimun lil ghoirihi" (tegak atas dirinya dan mampu
menegakkan orang lain, terutama isteri dan anak-anaknya). Juga menjadi
'imam yang adil' yang akan memimpin dan mengarahkan isteri dan anak-
anaknya.

Alangkah menenangkannya mempunyai seorang isteri yang akan dijaganya
lahir dan batin, dilindungi dan disayanginya karena ia adalah amanah
Allah SWT yang telah dihalalkan baginya dengan dua kalimat Allah SWT.
Ia bertekad untuk mempergauli isterinya dengan ma'ruf (QS An-Nisa:19)
dan memperhatikan hadits Rasulullah SAW tentang kewajiban-kewajiban
seorang suami. "Hanya laki-laki mulialah yang memuliakan wanita."
"Yang paling baik di antara kamu, wahai mu'min, adalah yang paling
baik perlakuannya terhadap isterinya. Dan akulah (Muhammad SAW) yang
paling baik perlakuannya terhadap isteri-isteriku." "Wanita seperti
tulang rusuk manakala dibiarkan ia akan tetap bengkok, dan manakala
diluruskan secara paksa ia akan patah." (HR. Bukhari dan Muslim)

Fulan pun bertekad meneladani Rasulullah SAW yang begitu sayang dan
lembut pada isterinya. Tidak merasa rendah dengan ikut meringankan
beban pekerjaan isteri seperti membantu menyapu, menisik baju dan
sekali-sekali turun ke dapur seperti ucapan Rasulullah kepada Bilal :
"Hai Bilal, mari bersenang-senang dengan menolong wanita di dapur."
Karena Rasulullah suka bergurau dan bermain-main dengan isteri seperti
berlomba lari dengan Aisyah r.a. (HR Ahmad), maka ia pun berkeinginan
meniru hal itu serta menyapa isteri dengan panggilan lembut 'Dik' atau
'Yang'.

EPISODE-EPISODE SELANJUTNYA

Fulan dan Fulanah pun ditakdirkan Allah SWT untuk menikah. Pasangan
yang serasi karena sekufu dalam dien, akhlaq, dan komitmen dengan
Islam.

Waktu pun terus berjalan. Dan walaupun tekad dan cita-cita terus
membara, kin banyak hal-hal realistis yang harus dihadapi. Sifat,
karakter, pembawaan, selera, dan kegemaran serta perbedaan latar
belakang keluarga yang semula mudah terjembatani oleh kesatuan iman,
cita-cita, dan komitmen ternyata lambat laun menjadi bahan-bahan
perselisihan. Pertengkaran memang bumbunya perkawinan, tetapi manakala
bumbu yang dibubuhkan terlalu banyak, tentu rasanya menjadi tajam dan
tak enak lagi.

Ternyata, segala sesuatunya tak seindah bayangan semula. Antara harapan
dan kenyataan ada terbentang satu jarak. Taman bunga yang dilalui
ternyata pendek dan singkat saja. Cukup banyak onak dan duri siap
menghadang. Sehabis meneguk madu, ternyata 'brotowali' yang pahitpun
harus diteguk. Berbagai masalah kehidupan dalam perkawinan harus
dihadapi secara realistis oleh pasangan mujahid dan mujahidah sekalipun.
Allah tak akan begitu saja menurunkan malaikat-malaikat untuk menyelesai-
kan setiap konflik yang dihadapi. "Innallaha laa yughoyyiru ma biqoumi
hatta yughoyyiru maa bi anfusihim" (QS Ar-Raad : 6).

Ada seorang isteri yang mengeluhkan cara bicara suaminya terutama jika
marah atau menegur, terdengar begitu 'nyelekit'. Ada pula suami yang
mengeluh karena dominasi ibu mertua terlalu besar. Perselisihan dapat
timbul karena perbedaan gaya bicara, pola asuh, dan latar belakang
keluarganya. Kejengkelan juga mulai timbul karena ternyata suami
bersikap 'cuek', tidak mau tahu kerepotan rumah tangga, karena berang-
gapan "itu khan memang tugas isteri." Sebaliknya, ada suami yang kesal
karena isterinya tidak gesit dan terampil dalam urusan rumah tangga,
maklum sebelumnya sibuk kuliah dan jadi 'kutu buku' saja.

Fulan pun mulai mengeluh. Ternyata isterinya tidak se-"qonaah" yang
diduganya, bahkan cenderung menuntut, kurang bersahaja dan kurang
bersyukur. Fulanah sebaliknya. Ia mengeluh, sang suami begitu irit
bahkan cenderung kikir, padahal kebutuhan rumah tangga dan anak-anak
terus meningkat.

Seorang sahabat Fulan juga kesal karena isterinya sulit menerima
keadaan keluargan. Sebab musababnya sih karena perbedaan status
sosial, ekonomi dan adat istiadat. Kekesalannya bertambah-tambah
karena dilihatnya sang isteri malas meningkatkan kemampuan intelek-
tual, manajemen rumah tangga, serta kiat-kiat mendidik anak. Sebaliknya,
sang isteri menuduh suaminya sebagai "anak mama" yang kurang mandiri dan
tidak memberi perhatian yang cukup pada isteri dan anak-anaknya. Belum
lagi problem yang akan dihadapi pasangan-pasangan muda yang masih tinggal
menumpang di rumah orang tua. Atau di dalam rumah mereka ikut tinggal
kakak-kakak atau adik-adik ipar. Kesemua keadaan itu potensial mengundang
konflik bila tidak bijak-bijak mengaturnya.

Kadang-kadang semangat seorang Muslimah untuk da'wah keluar rumah terlalu
berlebihan. Tidak "tawazun". Hal ini dapat menyebabkan seorang suami
mengeluh karena terbebani dengan tugas-tugas rumah tangga yang seabreg-
abreg dan mengurus anak-anak. Selanjutnya, ada pula Muslimah yang terlalu
banyak menceritakan kekurangan suaminya, kekecewaan-kekecewaannya pada
suaminya. Padahal ia sendiri kurang instrospeksi bahwa ia sering lupa
melihat kebaikan dan kelebihan suaminya.

Ada suami yang begitu "kikir" dalam memuji, kurang "sense of humor" dan
"sedikit" berkata lembut pada isteri. Kalau ada kebaikan isteri yang
dilihatnya, disimpannya dalam hati, tetapi bila ia melihat kekurangan
segera diutarakannya. Bahkan ada pula pasangan suami-isteri yang memiliki
problem "hubungan intim suami-isteri". Mereka merasa tabu untuk membica-
rakannya secara terus terang di antara mereka berdua. Padahal akibatnya
menghilangkan kesakinahan rumah tangga.

Kalau mau dideretkan dan diuraikan lagi, pasti daftar konflik yang terjadi
di antara pasangan suami-isteri muda Muslim dan Muslimah akan lebih panjang
lagi. Memang, persoalan-persoalan tidak begitu saja hilang. Rumah tangga
tidak pasti akan berjalan mulus tanpa konflik hanya dengan kesamaan fikrah
dan cita-cita menegakkan Islam. Mereka yakni Fulan dan Fulanah cs tetap
manusia-manusia biasa yang bisa membuat kekhilafan dan tidak lepas dari
kekurangan-kekurangan. Dan mereka pun pasti mengalami juga fluktuasi iman.

Pasangan yang bijak dan kuat imannya akan mampu istiqomah dan lebih punya
kemampuan menepis badai dengan menurunkan standar harapan. Tidak perlu
berharap muluk-muluk seperti ketika masih gadis atau jejaka. Karena,
ternyata kita pun belum bisa mewujudkan tekad kita itu. Sebagai Muslim
dan Muslimah hendaknya kita sadar, tidak mungkin kita dapat menjadi isteri
atau suami yang sempurna seperti bidadari atau malaikat. Maka kita pun
tentunya tidak perlu menuntut kesempurnaan dari suami atau isteri kita.

"Just the way you are" lah. Kita terima pasangan hidup kita seadanya,
lengkap dengan segala kekurangan (asal tidak melanggar syar'i) dan
kelebihannya. Kita memang berasal dari latar belakang keluarga, kebia-
saan, dan karakter yang berbeda, walau tentunya dien, fikrah, dan cita-
cita kita sama. Pada saat ghirah tinggi, iman dalam kondisi puncak,
"Prima", semua perbedaan seolah sirna. Namun pada saat "ghirah" turun,
iman menurun, semua perbedaan itu menyembul ke permukaan, mengganjal,
mengganggu, dan menyebalkan. Akibatnya tidak terwujud sakinah.

Kiat utama mengatasi permasalahan dalam rumah tangga, tentunya setelah
berdoa memohon pertolongan Allah SWT dan mau ber "muhasabah" (introspeksi),
adalah mengusahakan adanya komunikasi yang baik dan terbuka antara suami-
isteri. Masalah yang timbul sedapat mungkin diselesaikan secara intern
dulu di antara suami-isteri dengan pembicaraan dari hati ke hati. "Uneg-
uneg" yang ada secara fair dan bijak diungkapkan.

Selanjutnya, yang memang bersalah diharapkan tidak segan-segan mengakui
kesalahan dan meminta maaf. Yang dimintai maaf juga segera mau memaafkan
dan tidak mendendam. Masing-masing pihak berusaha keras untuk tidak
mengadu ke orang tua, atau orang lain. Jadi tidak membongkar atau membe-
berkan aib dan kekurangan suami atau isteri. Hal lain yang perlu diper-
hatikan adalah tidak membandingk-bandingkan suami atau isteri dengan
orang lain, karena itu akan menyakitkan pasangan hidup kita. Setelah itu,
masing-masing juga perlu 'waspada' agar tidak terbiasa kikir pujian dan
royal celaan.

Jika terpaksa, kadnag-kadang memang diperlukan bantuan pihak ketiga
(tetapi pastikan yang dapat dipercaya keimanan dan akhlaqnya) untuk
membantu melihat permasalahan secara lebih jernih. Kadang-kadang
"kacamata" yang kita pakai sudah begitu buram sehingga semua kebaikan
pasangan hidup kita menjadi tidak terlihat, bahkan yang terlihat
keburukannya saja. Orang lain yang terpercaya InsyaAllah akan bisa
membantu menggosok 'kacamata' yang buram itu. Alhamdulillah ada yang
tertolong dengan cara ini dan mengatakan setelah konflik terselesaikan
mereka pun berbaikan lagi seperti baru menikah saja ! Layaknya !

Dengan berikhtiar maksimal, bermujahadah, dan bersandar pada Allah SWT,
InsyaAllah kita dapat mengembalikan kesakinahan dan kebahagiaan rumah
tangga kita, serta kembali bertekad menjadikan jihad dan syahid sebagai
tujuan kita berumah tangga. Amiin yaa Robbal'aalamiin.

Wallahu a'lam bishowab.

Wassalamu'alaikum wa rohmatullaahi wa barokaatuhu

UPAYA MUSUH ISLAM TERHADAP KELUARGA MUSLIM

"Segolongan dari Ahli Kitab ingin menyesatkan kamu, padahal
mereka (sebenarnya) tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan
mereka tidak menyadari."
[Ali 'Imran: 69]

Assalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh
Alhamdu lillahi nasta'iinuhu wa nastaghfiruhu,
wa na'udzu hillahi min syuruuri anfusinaa
Asyhaadu allaa ilaaha illallahu,
wa asyhaadu anna muhammdaan 'abduhu wa rasuluh
Allahumma shalli 'alaa Muhammad wa 'alaa aalihii wa ashhabihi aj'main
Ammaa ba'du, uushiikum wa nafsii bitaquwallahi faqad faazalmuttaquun

Banyak komentar yang dilontarkan oleh penulis-penulis dan
cendekiawan Barat tentang Islam, maka jumlah mereka yang
mengomentari secara obyektif bisa dihitung dengan jari. Hal ini
dimaksudkan untuk menunjukkan keagungan Islam yang sempat
membuat mereka terpana keheranan.

Namun fanatisme yang melingkupi diri mereka, ditambah
lagi dengan ketidaktahuan mereka aterhadap ajaran-ajaran Islam
yang benar, kedengkian karena populasi kelompok yang terus
diwariskan kepada mereka, arus politik kolonialisme, akhirnya
menjadikan Islam sebagai musuh yang harus mereka hadapi.
Apalagi yang berkenan dengan pola-pola sosial dan yang paling
utama mereka akan menyerang keluarga muslim.

Kedengkian seperti itu tergambar dalam diri sala seorang
pemimpin di Perancis. Setelah mengadakan kunjungan ke Mesir.
Ia mengeritik tatanan keluarga muslim secara pedas, dan juga
mengeritik gambaran wanita muslimah yang jauh dari gambaran
semestinya. Ia berkata, "Manusia tidak akan mendapatkan cara
yang paling keji untuk menghukum orang yang bersalah, seperti
layaknya wanita-wanita Mesir."

Seorang penulis Perancis Athena L tak kalah giatnya
mencari terobosan-terobosan baru untuk menghadapi Islam. Untuk
itu ia berkata, "MENGHADAPI ISLAM DENGAN MENGGUNAKAN
KEKUATAN JUSTRU MEMBUAT AGAMA ITU SEMAKIN
TERSEBAR KE MANA-MANA. CARA PELING EFEKTIF UNTUK
MENGHANCURKAN ISLAM DAN MENCABUT AKAR-AKARNYA
IALAH: MENDIDIK ANAK-ANAK MEREKA DI SEKOLAHAN-
SEKOLAHAN KRISTEN, MENANAMKAN BENIH-BENIH
KERAGUAN DI DALAM JIWA MEREKA SEJAK DINI, SEHINGGA
TANPA TERASA SEBENARNYA MEREKA DIGIRING KEPADA
KEYAKINAN YANG RUSAK. CARA SEPERTI INI JAUH LEBIH
EFEKTIF DARIPADA MENJADIKAN MEREKA MEMELUK
AGAMA KRISTEN."

Ia juga menambahi lagi, "MENDIDIK WANITA-WANITA
ISLAM DI SEKOLAHAN UNTUK PARA BIARAWATI
MERUPAKAN SATU-SATUNYA PENDIDIKAN YANG PALING
MENGENA UNTUK MENGHANCURKAN ISLAM LEWAT
TANGAN PEMELUKNYA SENDIRI. MEREKA YANG BERADA
DALAM SUATU KELUARGA MUSLIM DAPAT MENCIPTAKAN
PERMUSUHAN TERSELUBUNG, YANG TIDAK BISA
DITUNDUKKAN BEGITU SAJA OLEH SUAMINYA. SEBAB
WANITA ISLAM YANG TELAH DIJEJALI DENGAN PENDIDIKAN
KRISTEN, MUDAH MEMPENGARUHI PERASAAN DAN AKUDAH
SUAMINYA, SEHINGGA IA BISA MENJAUHKANNYA DARI
ISLAM DAN DAPAT MENDIDIK ANAK-ANAKNYA BUKAN
MENURUT AGAMA KAKEK NENEKNYA. SEBAGAIMANA
YANG TERJADI PADA ZAMAN SEKARANG INI, SEORANG IBU
YANG BERTANGGUNG JAWAB MENDIDIK ANAKNYA, MAKA
DIALAH SARANA YANG PALING TEPAT UNTUK
MENGHANCURKAN ISLAM."

Itulah yang telah diserukan Athena untuk menghancurkan
Islam dari dalam. Cara serupa juga ditempuh oleh Snouck
Hourgrounye yang berkata, "UNTUK MENGHANCURKAN ISLAM,
TIDAK ADA GUNANYA MEMERANGI ORANG-ORANG ISLAM
ATAU MELINDAS MEREKA DENGAN MENGERAHKAN
KEKUATAN SENJATA. TAPI HAL ITU CUKUP DENGAN
MENGADU DOMBA ANTARA KELOMPOK MEREKA DENGAN
KELOMPOK YANGLAIN DARI DALAM, YAITU DENGAN
MENANAMKAN PERBEDAAN PENDAPAT DAN MADZHAB
SERTA MENANAMKAN KETIDAKPERCAYAAN KEPADA
PEMIMPINNYA. DI SATU PIHAK ANAK-ANAK MEREKA
HARUS DIJEJALI DENGAN PAHAM MARXISME."

Itulah sebagian usaha dari musuh-musuh Islam --Kristen
dan Yahudi-- dalam meruntuhkan bangunan Islam dengan cara
merusak tatanan keluarga muslim dari dalam. Keberhasilan
mereka dalam menlancarkan misi-misinya jelas di pelupuk mata kita
yaitu dengan mengeksploitasi wanita-wanita muslim dalam berbagai
sarana hiburan dan lain sebagainya. Wanita-wanita kita, di jaman
sekarang, lebih cenderung atau leibh suka menjadi wanita-wanita
pekerja/buruh di luar rumah daripada menjalankan tugas untuk
mengurus rumah tangganya, mendidik anak-anaknya supaya bisa
menjadi generasi yang handal kelak dikemudian hari atau melayani
suami dan lain sebagainya. Lebih-lebih sekarang di negeri kita ini,
dengan bantuan sarana telekomunikasi TV, musuh-musuh kita lebih
gencar dan efektif lagi dalam merusak/mengikis akhlak masyarakat
Indonesia yang mayoritas beragama Islam umumnya dan keluarga
muslim khususnya. Acara film keluarga impor yang disiarkan TV
swasta seluruhnya berasal dari negara non muslim --Kristen.
Mereka tidak segan-segan mengeluarkan biaya yang banyak untuk
men-dubbing ke dalam bahasa Indonesia, karena dengan melakukan
itu misi yang mereka inginkan lebih bekerja secara efektif lagi.
Orang lebih suka mendengar daripada harus membaca teks
terjemahan. Dan ini mereka --yang tidak suka dengan Islam--
pahami dengan sangat. Dengan siaran-siaran tersebut diharapkan
mereka --keluarga muslim-- akan mencontoh tatanan keluarga Barat
yang tidak sesuai dengan kepribadian Islam.
Saya yakin dalam waktu singkat saja akan terjadi krisis kepribadian
Islam melanda umat Islam di negeri kita bila tidak ada penanganan
yang cepat dan serius dalam mengatasi masalah ini. Terutama
dalam membentengin keluarga muslim dari keratan-keratan atau
ghazwul fikri dengan memberikan pemahaman yang frekuentif
tentang dien Islam.

Akhirnya ...
"Hai orang-orang yang beriman,peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia
dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras,
yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepda mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."

[At Tahrim: 6]

"Kebenaran itu adalah dari Rabb-mu, sebab itu jangan
sekali-kali kamu termasuk orang yang ragu."

[Al Baqarah: 147]

"Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia
mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya
(iman). Dan orang-orang yang kafir pelindung-pelindungnya ialah
syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan
(kekafiran). Mereka adalah penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya."
[Al Baqarah: 257]

Ya Allah, berilah kekuatan kepada kami, hamba-hamba-Mu,
dalam menjalan perintah-perintah-Mu, menegakkan kalimat-Mu
dengan berpegang pada firman-Mu al-Qur'an dan sunnah rasul-Mu
al-hadits.

Yang benar datangnya hanya dari-Mu semata ya Rabbi, dan
kesalahan datangnya dari diri hamba yang bodoh dan hamba
memohon ampun kepada-Mu, ya Allah...

Alhamdulillahi rabbil 'alamin...

Wasslamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

C. Dermawan

HAQ FITRI MANUSIA

Hak-hak, fitrah manusia, sendiri sebagaimana dirumuskan para
fuqaha meliputi lima hal;
1. Din
2. Jiwa
3. Akal
4. Harga diri
5. Cinta

Secara fitri, manusia seperti juga makhluk-makhluk Allah
lainnya, adalah dalam keadaan Islam, tunduk patuh pada aturan
Khalik Rabbul alamin. Jiwa yang bersih dan suci manusia berhak
akan dinullah. Jiwa yang bersih dan suci condong pada kebenaran,
hanif. Karenanya petunjuk tentang kebenaran, jalan yang lurus,
merupakan hak fitri manusia. Dalam jalan ini saja manusia akan
sampai pada tujuannya (ridla Allah). Karena tidaklah diciptakan
manusia kecuali untuk menjadi hamba Allah di bumi, untuk menjadi
khalifah, membesarkan dan menegakkan kalimat Allah di bumi, untuk
beribadah. Hanya dalam jalan ini saja, manusia akan dapat memain
kan peran sebagaimana yang telah digariskan oleh Khaliknya, Rabb
manusia. Hanya dalam jalan ini saja manusia akan selamat dan
mendapat kemenangan. Karenanya manusia mempunyai hak akan jalan
ini, din ini, dan hak ini datang dari Penciptanya.

Tanpa din manusia akan kacau, tak terarah, akan jatuh pada
tingkat sekualitas hewan. Tanpa din manusia akan saling mengham
bakan diri, saling menguasai. Karenanya din adalah hak fitri yang
mesti ditegakkan dalam diri manusia, baik sebagai makhluk pribadi
maupun sosial. Dan pembangunan tidak lain dari upaya menyiapkan
apa-apa yang mesti disiapkan, untuk menegakkan dinullah dalam
kalbu manusia, untuk memberikan hak fitri manusia akan din.
Lengkapnya. pembangunan adalah proses menegakkan, menyuburkan,
memelihara, dan mempertahankan dinullah, fitrah utama manusia,
dalam gelora kalbu insani.

Secara fitri, manusia berhak akan jiwa. Karenanya sangat
besar dosa seorang muslim yang menumpahkan darah saudaranya.
Tanpa jiwa manusia tidak lagi berwujud manusia. Untuk memenuhi
hak sekaligus kewajiban menjadi khalifah di bumi, untuk dapat
mengabdi kepada Rabb, untuk dapat menegakkan risalah Islam dalam
dada manusia, serta melaksanakan tindakan lain sebagai makhluk
Allah, maka secara fitri jiwa atau ruh adalah prasyarat dan hak
bagi manusia. Jiwa demikian berharga bagi manusia dan menempati
berharga ketimbang hidup dalam kekafiran tanpa din. Dengan demi
kian, maka pembangunan mestilah memelihara, melindungi, dan
mempertahankan jiwa manusia, agar jiwa ini tetap pekat dengan
dinullah.

Secara fitri manusia berhak akan akal. Tanpa akal manusia tak
akan lebih baik dari robot. Untuk dapat mengatasi berbagai per
soalan sehubungan dengan pengabdian kepada Allah, sehubungan
dengan penegakkan kalimah tauhid, dalam rangka pengibaran bendera
Allah di bumi, maka akal adalah alat, hak, dan karunia Allah yang
besar bagi manusia. Dinullah sendiri perintah dan petunjuk bagi
manusia yang berakal. Hanya manusia yang berakal saja yang dapat
mengambil pelajaran dari penciptaan langit dan bumi. Hanya
orang-orang yang berakal saja yang akan mengetahui bahwa Islam
adalah jalan hidup yang benar dan membawa keselamatan sementara
ajaran lain akan membawa penyesalan. Karenanya Islam menentang
pengrusakan akal melalui alkohol atau narkotika. Islam pun menen
tang pendewaan akal, rasionalisme yang melecehkan dinullah. Islam
pun menentang pengrusakan akal dalam makna intelek, melalui
pengembangan konsep-konsep yang bertentangan dan menentang dinul
lah.

Dengan demikian pembangunan mestilah memelihara, melindungi,
dan mempertahankan akal manusia, sehingga kualitas ibadah/peng
hambaan dapat dipertahankan atau ditingkatkan. Pembangunan mesti
lah memberikan ilmu yang hak (al Qur'an) pada akal, dan hanya
mengisi akal dengan ilmu yang shahih. Pembangunan mesti mengisi,
melatih, dan memelihara akal manusia agar hasilnya (fikrah)
adalah fikrah yang Islami, pikiran yang membela Islam, yang
membesarkan Islam, bukan sebaliknya. Pembangunan yang demikian
akan menangkal rembesan konsep-konsep toghut masuk dalam jiwa
manusia muslim. Maka akal manusia akan optimal dalam pengabdian
dan perjuangan di jalan Rabbnya.

Manusia secara fitri berhak akan keturunan yang baik. Ketu
runan yang shaleh akan membawa izzah (kebanggaan), harga diri.
Karenanya pembangunan mestilah melindungi dan memlihara keturunan
manusia, sehingga regenerasi dapat berjalan dalam kebaikan atau
malah meningkat. pembangunan mesti menembus dimensi waktu, dan
memperhatikan masa depan manusia melalui keturunannya. Karena
melalui penerusan pada keturunan dinullah dapat bersambung dan
terpelihara. Bila tidak maka Islam hanya akan jaya dalam satu
periode saja, dinullah hanya berperan dalam satu masa saja,
padahal Islam menembus dimensi waktu, dan penghambaan kepada Rabb
tak berhenti sampai waktu yang ditetapkan oleh Rabb saja.

Seperti juga hak akan akal, manusia pun secara fitri berhak
akan cinta; cinta pada anak, istri, persaudaraan, materi. Allah
menumbuhkan rasa cinta ini dalam jiwa manusia. melalui rasa cinta
setipa hubungan dapat berjalan dengan harmonis dan mesra, kewaji
ban pun dengan ringan dapat dilaksanakan. Cinta akan Allah dan
cinta akan jihad fisabilillah sudah barang tentu melandasi rasa
cinta manusia. Dengan demikian maka pembangunan pada hakekatnya
adalah memelihara, memupuk, dan membentengi cinta dalam kalbu
pelaksanaan tugas-tugas penghambaan kepada Allah; sehingga rasa
cinta ini menempati posisi yang tepat.

Sampai disini terlihat betapa Islam berbeda dalam menanggapi
issue pembangunan. Karena Islam mempunyai konsep tersendiri,
yakni pembangunan manusia, penegakkan fitrah manusiawi. Dengan
demikian parameter untuk menilai keberhasilan pembangunan dalam
Islam pun akan berbeda. Masalahnya adalah bagaimana mewujudkan
semua ini. Kalau Barat melirik Islam, kita tidak perlu percaya
bahwa mereka akan menjadikan Islam sebagai konteks, apalagi
berbangga diri. Karena jelas Islam menganjurkan curiga dan berbu
ruk sangka terhadap kaum yang kafir, Allah Maha Tahu rahasia hati
mereka. Penegakkan Islam di bumi tidak mungkin diserahkan pada
Barat, tapi pada diri kita sendiri, pada umat sendiri. Selama
kita masih mengambil konsep-konsep yang bukan khas diri, diluar
jati diri, apalagi dengan hanya menjadikan Islam sebagai etika,
untuk kepentingan pembangunan umat, maka pembangunan itu hanyalah
akan menjauhkan umat dari tujuannya--mencari ridla Allah, bukan
membawa keselamatan namun membawa kemudlaratan. Pembangunan bagi
Islam, hanyalah pembangunan manusia, pembangunan umat, menegakkan
khalifah Allah di bumi, menegakkan fitrah manusia, dengan cara
yang dicontohkan tauhidul uswah, rasulullah Muhammad.

KETIKA AZAN MEMANGGIL, KUKEJAR ALLAH DENGAN SEPEDA

Hari meranggas petang, para pekerja mulai meninggalkan tempat
kerjanya. Bis-bis kota dan metro mini sarat penumpang berhenti di
banyak halte dan persimpangan. Wajah-wajah lelah terlihat menuruni
tangga bis kota.

Sukardi, siap menghadang wajah-wajah lelah ini di perempatan
Rawa Badak, Tanjung Priok. Pria bertubuh tinggi besar, berkulit
gelap dengan sorot mata tajam, serta dilengkapi topi "baretta"
yang menahan teriknya matahari Jakarta, menantikan mereka di atas
sadel sepedanya.

Ia telah pernah bekerja pada sebuah pabrik kaca milik investor
Jepang di bilangan Pulo Gadung, Jakarta. Pekerjaan itu digeluti
nya selama empat tahun. Namun kini ia harus meninggalkan peker
jaannya itu, karena ia pernah absen beberapa lama, karena sakit
yang dideritanya. Karena itulah ia di-PHK. Perusahaan tak mau
rugi, tak mau pula menanggung biaya kesehatan ... maka PHK-lah
jalan keluarnya.

Pak Sukardi siap menerima kenyataan ini, karena keyakinannya
telah tertempa oleh nilai Islam yang diyakininya. "Saya yakin,
rejeki mah Allah yang ngatur ..." Berangkat dari keyakinan yang
tulus itu, serta menyadari keterbatasannya yang tidak lulus
sekolah dasar, ia banting stir ke usaha yang tak pernah ia impi
kan sebelumnya: menjadi pengemudi ojek! Keyakinan dan usaha itu
memang membuahkan hasilnya, "Setiap hari paling sedikit saya bisa
men gantongi tujuh ribu perak. Alhamdulillah, bisa untuk makan
dan membiayai anak-anak ..." Ia mempunyai empat orang anak. Yang
paling besar di SLTA, dua orang di SLTP, yang paling kecil masih
di SD. "Sekarang ini, kalau kita nggak kuat mendidik anak dengan
agama, gawat! Banyak sekali gangguannya. Kita sering dengar ada
anak gadis hamil duluan sbelum nikah. Nauzu biLlah min zalik! Itu
kesalah orang tuanya yang tidak mendidik dengan pelajaran agama."

Kiranya Pak Sukardi benar, arus kejahiliyahan memang tengah
merayap di sela-sela kehidupan kita. Arus itu melilit dan meracu
ni semua lapisan sosial dengan segala perwujudannya. Tidak hanya
meracuni si kaya, tapi juga si miskin. Pak Sukardi tak ingin
terlindas arus itu. "Saya tanamkan Islam pada anak-anak melalui
pengajian dan halaqoh di Masjid, dan saya "ngasih" contoh pada
mereka. Misalnya kalau sholat subuh, kita bangunkan mereka, kita
ajak ke masjid ..."

"Habis, kita hidup ini untuk apa sih kalau bukan untuk iba
ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada Ku.
Jadi semua hidu kitaini untuk ibadah. Bekerja ibadah, belajar
ibadah, pokoknya semua lah! Untuk apa hidup di dunia ini kalau
cuman bergelimang harta tanpa tujuan yang jelas? Dan kekurangan
material bukanlah halangan untuk memilih tujuan hidup yang benar
dan pasti!"

Keyakinan itulah yang agaknya terpatri kuat dalam jiwa tukang
ojek kita ini. Maka ketika azan memanggil, ia tak menyia-nyiakan
waktu untuk tetap berada dalam tujuan utama hidupnya. Ia bergegas
pulang ke rumah menunaikan kewajibannya di masjid dekat rumahnya.
"Kalau ngedenger azan terus kita belum sholat, rasanya nggak
enak, kayak punya utang saja. Hati gelisah, pengennya mau pulang
melulu ...
padahal lagi ada penumpang."

"Kenapa mesti pulang segala Pak? Bukankah masjid di sekitar
Tanjung Priok ini banyak, di setiap jalan ada masjid?"
"Bukan begitu ... celana saya kotor, baju juga bau keringet ...
Masak mau "ngadep" Alloh, pakai celana dan baju kotor? Sedangkan
kalau mau ngadep Pak Lurah aja, kita rapih, ya nggak?"

Pak Sukardi sudah menganggap, ibadah baginya merupakan kebu
tuhan. Ia merasa punya beban jika kewajiban terhadap Alloh belum
ditunaikan. Tidak hanya itu saja, ia bahkan berusaha mendirikan
kewajiban tersebut dengan cara yang terbaik. "Pernah ada teman
saya yang "ngetawa'in" dan ngejek saya, karena saya pakai payung
waktu "narik" di siang bolong. Waktu itu bulan Ramadhan. Saya
diamkan saja. Habis, dari pada saya batal puasa karena
kepanasan?" ceritanya tentang pengalamannya menarik ojek di bulan
suci Ramadhan. "Saya menyayangkan teman-teman saya yang tidak
puasa di bulan Ramadhan. Padahal kita bisa ngatur waktu untuk
menjaga dan mempertahankan puasa kita. Misalnya kalu narik di
bulan Ramadhan, sebaiknya dari pagi sampai sekitar jam sebelasan
lah, jangan lebih. Habis itu kita pulang, sholat Zuhur, tidur di
rumah sampai Ashar. Habis Ashar kita bisa narik lagi sampai
malem. Itu 'kan nggak terlalu menguras tenaga? Kita bisa tetap
puasa, udah gitu dapet rejeki lagi. Alhamdulillah, selama saya
narik ojek ini, saya nggak pernah "bolong" puasa, bukannya nyom
bong nih!"

Pernah suatu hari ia mendapat penumpang, dan sudah menjadi
kebiasannya ia selalu mengajak ngobrol orang yang memerlukan
jasanya. Pembicaraan berkisar pada soal hujan yang sudah lama
tidak turun, entah bagaimana tiba-tiba orang itu mengatakan bahwa
berkat kecanggihan, teknologi sekarang hujan sudah bisa dibuat.
Pernyataan ini langsung disergah oleh Pak Sukardi. "Hujan mah,
biar gimana, buatan Alloh, Pak! Manusia nggak bisa bikin hujan.
Kita jangan sombong dengan ilmu pengetahuan kita, sebab kalau
dibandingkan dengan ilmunya Alloh, ilmu kita mah nggak ada arti
nya. Kita manusia cuma bisa berusaha, Alloh yang menentukan. Kita
aja yang ngaku-ngaku bisa bikin hujan buatan, padahal semuanya
dari Alloh."

begitu saja. Ia selalu menyelipkan da'wah nilai-nilai Islam
barang sepatah dua patah kata. "Kita ini harus mengajak manusia
ke jalan Alloh. Kita ummat Islam semua ini, adalah da'i. Balighu
'anni walau ayah. Sampaikan dariku walau hanya satu ayat, begitu
kata Nabi Muhammad."ketika ditanya tentang aktifitas keislaman
nya, dan dari mana ia memperoleh bahan-bahan yang up-to-date
untuk berda'wah, ia mengatakan:
" Saya tiap malem Selasa, selalu ngaji di Masjid Al-Mukaromah di
Jalan Mangga. Saya pergi sama anak saya yang di SMA, pakai sepeda
ini. Alhamdulillah, sepeda ini disamping bisa untuk nyari duit,
juga bisa dipakai untuk pergi ngaji ...."

Hari-hari pak Sukardi adalah sepeda dan da'wah, keringat dan
ibadah. Sebuah fenomena yang menyejukkan yang dapat kita saksi
kan di tengah gemuruhnya "pemurtadan" dan pendangkalan aqidah di
mana-mana.

ADA SAJADAH PANJANG TERBENTANG

Lagu Bimbo dengan judul tersebut membuat saya merenung
akan hubungan saya dengan Allah swt. Saya ingin tahu
bagaimana sebenarnya posisi saya di sisi Tuhan. Seorang
sufi berkata, "jika anda ingin tahu bagaimana posisi
anda di sisi Tuhan, lihatlah di mana posisi Tuhan di
hati anda!"

Saya pun mencoba melihat ke dalam hati saya. Bisakah
saya merasakan Tuhan hadir di hati saya? Entahlah....
Saya memang bukan seorang sufi. Tapi saya percaya
bahwa Tuhan semestinya hadir dalam semua perbuatan saya.

Ketika saya sholat dan puasa, saya tahu Tuhan hadir
dalam hati saya. Namun ketika saya berangkat kerja,
ke luar dari rumah, saya tak bisa memastikan apakah
masih saya bawa Tuhan dalam aktivitas saya.

Apakah Tuhan hadir ketika saya disodori uang komisi
oleh rekan sekantor? Apakah Tuhan hadir ketika saya
selipkan selembar amplop agar urusan saya menjadi lancar?
Apakah Tuhan juga hadir ketika saya ombang-ambingkan
mereka yg datang ke kantor saya, terlempar dari
satu meja ke meja yang lain.....

Lagu Bimbo tersebut mengingatkan saya bahwa
hidup ini bagaikan sajadah panjang yang terbentang,
dari buaian bunda sampai ke liang lahat.
Seharusnya semua aktivitas yang saya lakukan
di sajadah panjang ini membawa saya untuk
selalu mengingat kehadiran-Nya.

Mengapa Tuhan hanya saya bawa dan saya resapi
kehadiran-Nya ketika saya berada di masjid,
dan tiba-tiba Tuhan hilang ketika saya berada di
luar masjid. Kalau saja lagu Bimbo tersebut
saya terjemahkan ke dalam bahasa para khatib
Jum'at: "Apapun aktivitas kita, seharusnya
kita selalu ingat keberadaan Allah. Itulah
makna dzikrullah; mengingat Allah; itu
jugalah makna ibadah."

Kalau saya diperbolehkan menerjemahkan lagu
Bimbo itu dengan bahasa al-Qur'an, saya teringat
satu ayat suci, "Tidaklah Aku ciptakan jin
dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku"
Sayang, penfsiran saya akan kata ibadah masih
terbatas pada ibadah ritual. Sayang sekali,
sajadah saya tak panjang terbentang. Sajadah saya
tak mampu masuk ke gedung-gedung pencakar langit,
ke pusat perbelanjaan, ke tempat hiburan dan ke
gedung sekolah.

"Tak kulihat suatu benda, kecuali di ujungnya
kulihat ada Tuhan!" Ah, ucapan sufi ini lagi-lagi
membuat saya malu...Saya tahu bahwa bukan maksud sufi
tersebut untuk mengatakan dia telah melihat Tuhan,
tapi yang ingin dia ceritakan adalah Tuhan
selalu hadir di sekelilingnya.

Ada sajadah panjang terbentang....

SENTUHAN FITRAH

Tulisan ini mungkin terlambat, tapi semoga ada manfaatnya dalam usaha
menambah wawasan keimanan dan keilmuan kita.

Ramadan, bulan puasa telah berlalu. Sebulan penuh itu seorang Muslim
berupaya semaksimal mungkin untuk menjadi hamba yang abid, meninggalkan
kenikmatan duniawinya di siang hari dalam rangka mendekatkan atau
taqarrub kepada Allah SWT. Di bulan puasa inilah seorang hamba akan
berupaya semaksimal mungkin untuk mengenal alam spiritual yang agung.
Makan, minum dan hubungan suami isteri yang merupakan simbol jasadiyah
kehidupan ditinggalkan dalam masa tertentu, untuk menyingkap pandangan
material manusia untuk mengembalikan pandangan spiritualnya.

Kemampuan manusia menembus alam materialnya dalam melihat dunianya,
merupakan kemenangan yang luar biasa. Sebab hanya dengan kapabilitas
tersebut, manusia mampu membedakan wujudnya dari wujud-wujud makhluk
lainnya. "ya'lamuuna zaahiran minal hayatid dunya wa hum 'anil Akhirati
hum ghaafiluun" (Mereka tahu dari kehidupan dunia ini hanya yang
lahir-lahir semata. Sedangkan mereka lalai terhadap kehidupan Akhirt".
Ayat lain menjelaskan, "Sungguh Kami telah persiapkan neraka jahannam
untuk kebanyakan dari kalangan Jin dan manusia. Sebabnya, mereka punya
mata namun tidak melihat, punya telinga namun tidak mendengar, punya
hati tapi tidak faham. Mereka itu seperti binatan, malah lebih sesat
dari binatan". Pada bagian lain, dijelaskan, "Mereka itu makan dan
bersenang-senang sebagaimana hewan-hewan makan dan bersenang-senang".

Ungkapan Al Qur'an yang sangat keras terhadap sebagian manusia di
atas, bukanlah suatu yang samar lagi dalam kehidupan manusia saat ini.
Karakteristik hewani manusia telah dominan, sehingga nilai-nilai kesucian
spiritualnya telah terabaikan bahkan terkadang dianggap momok bagi kehidupan
manusia itu sendiri. Ini tentunya, adalah konsekwensi langsung dari kebutaan
manusia dalam pandangan spiritual. Sehingga mata kasar melihat dengan jelas
segala yang kasat pandang, namun di balik pandangan kasat itu semuanya
mereka buta. Ketidak mampuan memandang secara spiritual inilah yang
melahirkan berbagai sifat maupun sikap bodoh yang lebih dikenal dengan
istilah "jahiliyah".

Merayakan Idul Fitri.

Keberhasilan manusia dengan puasanya untuk menyingkap tabir pandangan kasat
menuju kepada pandangan spiritual, sebagaimana dikatakan, adalah merupakan
kemenangan yang besar (fawz adziim). Kemenangan inilah yang lazimnya
dirayakan oleh kaum Muslimin di penghujung Ramadan. Mereka bergembira,
bersuka ria terlepas dari kungkungan material yang selama ini menjadi
penghalang antara dirinya dan dunia kemanusiaannya atau alam insaniyahnya.
Kembalinya manusia ke alam insaniyah yang sesungguhnya inilah yang disebut
"idul Fitri" atau kembali ke fitrah (kesucian, kealamiahan).

Fitrah inilah sesungguhnya yang kita sebut tadi dengan penglihatan
spiritual. Yaitu suatu kemampuan untuk memandang dengan hati nurani.
Pandangan nurani inilah sesungguhnya pandangan manusiawi. Pandangan
yang mampu menjangkau di balik pandangan kasat. Sebagai ilustrasi,
jika anda berjalan bersama 5 kawan yang datang dari latar belakang;
warna kulit, bahasa, tradisi, bangsa Eropa, Asia, Afrika, China, Arab,
dll, tiba-tiba di tengah jalan anda dan kawan-kawan ini menyaksikan
suatu tabrakan dahsyat, dimana seorang bayi ditabrak mobil misalnya.
Maka saya yakin, semua yang menyaksikan itu, baik yang hitam, putih,
bermata sipit, Eropa, China, Asian, dll, semuanya akan merasakan suatu
perasaan yang sama. Yaitu suatu perasaan iba, kasihan atau apapun
istilahnya. Yang jelas terjadi suatu perasaan yang sama pada setiap
individu yang berlatar belakang sosial mapun lahiriyah yang jauh berbeda.

Perasaan inilah sesungguhnya merupakan indikasi fitrah yang paling kuat
dalam diri seseorang. Semua manusia memiliki perasaan seperti ini. Karena
fitrah ini tak akan mungkin terobah apalagi hilang dari seorang manusia.
"Fitratallahi allati fatarannasa 'alaeha laa tabdiila likhalqillah" (Fitrah
Allah, dimana manusia diciptakan sesuai dengan fitrah itu. Tiada perubahan
dalam ciptaan fitrah itu).

Maka istilah Idul fitri sesungguhnya, bukanlah istilah yang harus
ditafsirkan secara harfiyah (tekstual), melainkan difahami sebagai upaya
untuk menyingkap berbagai sitar antara dunia manusia dengan alam nuraniya
(fitrahnya) sendiri. Di sinilah manusia (baca ummat Islam) diwajibkan
meninggalkan simbol-simbol kesenangan dunianya (kecenderungan perut dan
apa yang di bawah perut) di siang hari untuk mengikis kecenderungan yang
melupakan (lahwun) fitrah.

Pokok-pokok sentuhan Fitrah

Sebenarnya kehidupan manusia seluruhnya harus tertata di atas nilai-nilai
fitrah ini. Sebab memang manusia diciptakan di atas nilai-nilai fitrah tadi
(Fitratallahi allati fatarannasa 'alaeha). Namun demikian, dapat dikatakan
bahwa sentuhan pokok fitrah manusia ada pada 4 hal:

Pertama, Ma'rifat al Khaliq

Sentuhan fitrah yang paling terbesar adalah pengenalan terhadap sang Khaliq.
Barangkali inilah sentuhan fitrah yang terbesar karena merupakan fakta
terbesar pula dalam kehidupan manusia. Sehingga dikatakan, jika seorang
manusia tidak lagi mengenal Tuhannya maka jangan diharap dia akan mengenal
apapun, termasuk dirinya. Barangkali inilah fakta kehidupan manusia saat
ini.
Manusia tidak lagi mengenal apa-apa dengan benar, termasuk mengenal dirinya
sendirinya, karena mereka telah jahil terhadap hakikat Rabnya. "Nasullaha
fansaahum anfusahum, ulaaika humul ghaafiluun" (Mereka lupa Allah, maka
Allah menjadikan mereka lupa pada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-
orang yang lalai).

Memang rasanya sangat berlebihan jika manusia tidak lagi mengenal Tuhannya.
Padahal hakikatnya, dimana pun mata memandang Tuhan menampakkan diriNya
(kebesaranNya) secara jelas. Di sinilah sebabnya, sehingga Rasulullah SAW
pernah bersabda: "Pikirkanlah ciptaan Allah dan Jangan memikirkan Dzat
Allah, sebab kamu tak akan mampu mencapaiNya". Disebutlah dalam buku-buku
sejarah para ahli tasawuf, bahwa suatu ketika AL Ghazali berjalan di
pinggir pantai. Lalu di pandangnya keindahan ombak di lautan, seraya
berujar: "aku lihat Tuhanku berenang-renang". Tentulah Al Ghazali
memaksudkan di sini, betapa kebesaran Ilahi terpancar lewat keindahan
ombak lautan sekalipun.

Berbagai ayat dalam Al Qur'an menjelaskan, bahwa Allah menampakkan
tanda-tanda kebesaranNya dalam segala ciptaanNya, termasuk dalam diri
manusia itu sendiri. "Akan Kami perlihatkan tanda-tanda kebesaran Kami
di angkasa luar dan pada diri-diri mereka, apakah mereka tidak melihat?"
Bahkan perintah menganalisa, membaca dalam Al Qur'an sebagai wahyu pertama
intinya memerintahkan manusia untuk memikirkan penciptaan dirinya sendiri
dalam upaya untuk mengenal Rabbnya Yang telah mencipta (Iqra' bismi Rabbika
alladzi Khalaq".

"Tidakkah mereka lihat bagaimana onta diciptakan. Bagaimana langit
ditinggikan. Bagaimana gunung ditancapkan. Dan bagaimana bumi dihamparkan"
firmanNya.

Demikian menyatunya antara Khaliq dan fitrah manusia, sehingga seingkar
apapun manusia, ia tak akan mampu mengingkari adanya wujud Ilahi. Disebutkan
dalam Al Qur'an bahwa Iblis ketika diusir dari Syurgapun masih mengakui
kebesaran Ilahi. "Fabiizzatika laughwiyannahum ajma'iin" (Hanya dengan
kemuliaanMu ya Allah, akan kami sesatkan mereka semua).

Fir'aun sang mutakabbir yang berlebihan, pengaku tuhan tertinggi, bahkan
berpura-pura tidak mengenal Tuhan ketika Musa AS memperkenalkan kebesaranNya
kepadanya: "Wamaa Rabbukuma ya Musa wa Haruun" (Siapa sih Tuhanmu wahai Musa
dan harun?). Namun terbukti bahwa fitrahnya tak akan mampu mengingkari Tuhan
ketika ia tenggelam di laut merah, di saat keangkuhannya tersingkap karena
dunia luarnya telah mengkhianatinya. Kekuasaannya, tentaranya, kekayaannya,
dan semua kesombongannya lari meninggalkannya di tengah laut menjerit-jerit
memohon pertolongan. Akhirnya, ia berkata: "al aana amantu biRabbi Musa wa
Haruun" (Sekarang saya beriman kepada Tuhannya Musa dan Harun). Inilah
pengakuan fitrah. Namun pengakuan terpaksa tak akan pernah diterima dalam
ajaran kebenaran.

Kini manusia modern berpura-pura pula tidak mengenal Allah. Namun dari hari
ke hari, mereka jsuteru sesungguhnya mengejar, berlari mencari Tuhannya.
Batin mereka menjerit. Mencari sesuatu yang lebih dari apa yang saat ini
nampak, dan apapun yang akan nampak dalam pandangan kasat manusia
(material). Mereka mengejar semua itu, namun tak kunjung mendapatkannya,
karena mereka tenggelam dalam kepura-puraan mengingkari fitrahnya.
Nuraninya tertutupi alam material untuk mengakui Ilahnya yang terang
benderang di hadapan matanya.

Kedua, Ma'rifat al insan.

Sebagaimana disebutkan bahwa keberhasilan manusia dalam mengenal Tuhannya
atau kegagalannya dalam mengenal Tuhannya akan melahirkan pula pengenalan
terhadap dirinya atau kejahilan terhadap dirinya sendiri. Manusia hanya akan
sadar akan dirinya jika sadar akan Tuhannya. Sebaliknya, manusia akan jahil
terhadap dirinya jika ia jahil terhadap Tuhannya. Sehingga sebagai
penafsiran dari ayat: "Nasullaaha fa ansaahum anfusahum" (mereka lupa
Allah, maka Allah menjadikan mereka lupa pada diri mereka sendiri),
disebutkan dalam sebuah pepatah Arab: "man 'arafa nafsahu faqad 'arafa
Rabbah" (siapa yang kenal dirinya maka dia sudah kenal Tuhannya). Ini
adalah konsekwensi logis. Bahwa mereka yang mengenal Allah, baik dalam
alam pemikiran (keyakinan/iman) maupun aksinya (amal), adalah manusia
yang sadar akan dirinya. Mereka tahu, dari mana mereka, bagaimana mereka,
serta akan ke mana mereka sesungguhnya dalam kehidupan ini.

Berbeda dengan mereka yang tidak sadar diri (karena tidak kenal Tuhan),
mereka serba semrawut kehidupannya. Kehidupan manusia semacam ini adalah
kehidupan "budak-budak" material yang tunduk patuh kepada rutinitas
keduniaan. Mereka tidak lagi sebagai "ahsanu taqwiim" (sebaikbaik ciptaan),
atau makhluk yang termulia (karramna banii aadam) serta bukan lagi sebagai
pemegang amanah pengendali bumi (khalifah) yang telah diberikan autoritas
penuh "Huwalladzi khalaqa lakum maa fil ardh" (Dialah Allah yang telah
menjadikan semuanya "bagimu" apa-apa yang ada di atas bumi ini) untuk
mengelolah bumi ini dalam rangka kemakmuran mereka sendiri. Sebaliknya,
mereka telah menjadi budak-budak keduniaan (material). Mereka tidak punya
pijakan hidup, sehingga mereka cenderung mengikut kepada "perubahan situasi"
dan bukannya mereka menjadi "penggerak/pengendali prubahan" tersebut.

Kegagalan manusia dalam mengenal dirinya inilah yang melahirkan berbagai
sifat maupun sikap yang serba jahil. Kesimpang siuran nilai-nilai kehidupan,
kesemrawutan prilaku, menjadi fenomena utama masyarakat jahil tersebut.
Barangkali contoh-contoh klasik, seperti homoseksualitas, lesbianisme,
poliamorisme, free sex, berbagai bentuk violence, dll, adalah contoh-contoh
yang terjadi setiap saat di depan mata kita. Manusia telah berdaya upaya
untuk menanggulangi semua ini. Milyaran dollar telah dibelanjakan untuk
mencari solusi. Namun tak kunjung redah apalagi habis, karena dalam
prosesnya justeru manusia semakin diajak untuk tidak mengenal dirinya
sendiri. Dan ini pulalah dilema dunia barat saat ini. Sadar akan
keboborokan yang terjadi, namun tidak sadar kalau semua itu sebagai akibat
dari kejahilan terhadap dirinya, akibat kejahilan akan KhaliqNya.

Ketiga, Ma'rifat al Wali wal 'Aduw

Sentuhan fitrah yang ketiga adalah mengenal kawan dan lawan. Sebagaimana
perkawanan (walaa), permusuhan ('adaa) juga adalah bagian dari fitrah
manusia. Hanya saja, bahwa dalam kenyataannya manusia banyak tidak mengenal
siapa kawan (wali) dan siapa pula musuh ('aduw)nya. Sehingga terkadang
manusia yang seharusnya bermusuhan dengan musuh-musuhnya, menjadi berkawan
bahkan terkadang kongkalikong (kolusi) dengan musuh-musuhnya.

Ketika Adam pertama kali diturunkan di atas bumi ini, pesan Allah yang
pertama kepada Adam dan isterinya adalah: "Qulnahbithuu ba'dhukum liba'dhin
adhuwwun" (Turunlah kamu dalam keadaan bermusuhan). Para ulama mengatakan
bahwa "ba'dhukum liba'dh" di atas adalah salah satu bentuk kata yang
menggambarkan keadaan atau "haal" dalam istilah tata bahasa Arab. Artinya,
manusia hadir di atas dunia ini dalam keadaan bermusuhan. Bermusuhan dengan
siapa? Konteks ayatnya jelas, yaitu dengan Iblis.

Masalahnya adalah seringkali kita salah persepsi bahwa Iblis itu adalah
makhluk terpisah yang jauh dari kita. Barangkali ini benar. Namun dilihat
dari hakikatnya, sesungguhnya Iblis itu terkadang menyatu dengan diri-diri
kita. Karena demikian dekatnya, sehingga semua arah terkuasai olehnya untuk
menggoda kita. "Dari depan, belakang, kanan dan kiri" semuanya dapat
dipergunakan untuk menyesatkan manusia. Ini pula maknanya, sehingga
Rasulullah SAW mengatakan bahwa musuh terbesar kita adalahmusuh yang ada
pada diri kita sendiri (hawa nafsu).

Untuk melepaskan kungkungan Iblis (musuh) terhadap diri kita diperlukan
Allah (wali) sebagai pembenteng. Manusia yang taqarrub (dekat) dengan
Tuhannya inilah yang pasti jauh dari musuhnya (Iblis). "Allaahu
Walyyulladzina aamanuu. Walladziina kafaruu awliyaauhum at Thaguut"
(orang-orang yang beriman itu walinya adalah Allah, sedangkan orang-orang
kafir wali-walinya adalah thagut). Dan orang yang menjadikan Allah sebagai
walinya tak akan mengalami rasa takut dan khawatir dalam kehidupan ini.
"Alaa inna awliyaaLLAHI laa khawfun 'alaihim walaa hum yahzanuun" (Sungguh
bagi wali-wali Allah tiada takut bagi mereka dan tiada mereka bersedih).
Kini ditemukan bahwa ternyata penyakit "takut dan khawatir" adalah sumber
dari berbagai penyakit manusia. Dan ini pula kekhasan manusia modern, jika
miskin bersedih, jika kaya takut bangkrut. Akhirnya hidupnya dibayang-
bayangi oleh hantu "takut" dan "khawatir".

Keempat, ma'rifat al Waqi'

Manusia hidup di alam kenyataan. Bagi seorang Muslim hidup ini adalah
realita. Bukan sebagaimana teori nihilisme yang memandang dunia ini sebagai
"ilusi" yang seolah-olah hanya bayangan. Dari sinilah Al Qur'an menyatakan:
"Wa lakum filadhi mustaqarr wamataa'" (Bagimu di atas bumi ini tempat
tinggal dan kesenangan). Hanya saja, segera Allah lanjutkan: "ilaa hiin"
(hingga pada batas tertentu). Batas ini meliputi dua makna, batas waktu dan
juga batas kwalitas.

Maka pengenalan terhadap "alam kenyataan" juga merupakan bagian dari fitrah
manusia. Manusia tidak bisa berpura-pura jadi makhluk lain (malaikat)
misalnya, lalu cenderung mengingkari alam kenyataan ini. Sebab itu adalah
pengingkaran total terhadap fitrahnya sendiri. Maka rasulullah SAW sangat
marah kepada tiga sahabat yang bertekad meninggalkan dunia ini dalam rangka
pengabdian kepada Allah. Rasulullah SAW pernah mengatakan bahwa orang yang
mencari dunia ini namun tetap mengabdi kepada Tuhannya adalah lebih baik
ketimbang seseorang yang menghabiskan seluruh masanya hanya untuk ibadah
ritual semata. Bahkan berbagai ayat dalam Al Qur'an jelas-jelas mewajibkan
mencari dunia sebagaimana mewjibkan manusia mencari Akhiratnya.

Maka manusia yang tidak mengenal "Waqi'"nya akan menjadi "korban" kehidupan.
Sebab dia akan tergilas dengan perjalanan kehidupannya itu sendiri. Maka
bagi seorang Muslim, ia harus memandang kehidupan ini dengan pandangan yang
serius. Namun keseriusan itu tidak menjadikannya gagal untuk mengenal
hakikat dan tujuan hidup yang sesungguhnya (beribadah). Manusia Muslim
tenggelam secara fisik ke alam bumi, namun ia memiliki orientasi "langit"
yang tinggi. Sebab hanya dengan keseimbangan seperti ini, manusia menemukan
fitrah kehidupannya yang sebenarnya.

Semoga 'Idul fitri kita merupakan pesta perayaan kemenangan fitrah. Amin!

AMAL JAMA’I: SEBUAH PENGANTAR

Beberapa pertanyaan yang sering muncul dalam kajian tentang amal jama’i diantaranya :
1.apakah setiap program harus dilaksanakan oleh seluruh anggota?
2.apa beda antara amal jama’i dengan kerjasama anggota?
3.mungkinkah amal jama’i dilakukan hanya oleh seorang?
4.bagaimana kewajiban pemimpin dan anggota?
5.bagaimana cara mengambil keputusan yang baik dan efektif bagi sebuah organisasi?

syaikh Musthofa Masyhur memberikan ta’rif amal jama’i sebagai berikut :
“gerakan bersama untuk mencapai tujuan organisasi berdasarkan keputusan yang telah ditetapkan”.

Beberapa tafsir dari ta’rif diatas adalah :
1.amal jamai merupakan gerakan bersama, dimana setiap anggota menjalankan fungsi strukturalnya dengan orientasi pencapaian tujuan.
2.bahwa amal yang dilakukan oleh seluruh anggota adalah dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
3.bahwa amal yang dilakukan harus berdasar keputusan yang telah ditetapkan sesuai mekanisme yang berlaku.

Ta’rif diatas juga mensyaratkan bahwa amal jama’i hanya bisa dilakukan oleh organisasi/jama’ah yang mempunyai:
1.tujuan (ghoyyah) /visi misi yang jelas
2.manhaj/metodologi gerakan yang kokoh
3.unsur kepemimpinan (qiyadah) yang berwibawa
4.keta’atan anggota terhadap pimpinan
5.pola pengorganisasian (tandhim) yang rapi

Qiyadah dalam sebuah jama’ah merupakan unsur vital yang akan membawa jalannya organisasi. fungsi strategis qiyadah diantaranya: fungsi koordinatif (mengatur), fungsi imperatif (memaksa), vonis keputusan (terutama dalam situasi darurat). Qiyadah dipilih untuk dita’ati.

Syuro merupakan salah satu instrumen pengambil keputusan yang paling substansial dalam sebuah organisasi. jika mekanisme pengambilan keputusan selalu berjalan dengan baik, maka organisasi tersebut akan mempunyai soliditas dan resistensi yang tinggi terhdap goncangan yang biasanya mengakhiri riwayat banyak organisasi. asas penentuan sikap dan pengambilan keputusan adalah asumsi mahlahat yang terdapat dalam perkara itu. Karena sifatnya asumsi, maka sudah pasti relatif, karenanya sangatlah mudah mengalami perubahan-perubahan. Sehingga sebuah keputusan syuro selalu mengandung resiko. Sepanjang yang dilakukan syuro adalah mendefinisikan mashlahat ammah atau mudharat asumtif, maka selalu ada resiko kesalahan. Atau setidak-tidaknya “tempo kebenarannya” sangat pendek. Fungsi syuro ini dapat terlaksana bila memenuhi syarat :
1.tersedianya sumber-sumber informasi yang cukup untuk menjamin bahwa keputusan yang kita ambil dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
2.tingkat kedalaman ilmu pengetahuan yang memadai harus dimiliki setiap peserta syuro.
3.adanya tradisi ilmiah dalam perbedaan pendapat yang menjamin keragaman pendapat yang terjadi dalam syuro dapat terkelola dengan baik.

Syuro punya fungsi psikologis dan fungsi instrumental. Fungsi psikologis terlaksana dengan menjamin adanya kemerdekaan dan kebebasan yang penuh bagi peserta syuro untuk mengekspresikan pikiran-pikirannya secara wajar dan apa adanya. Tapi, tenyu saja setiap orang punya cara yang berbeda-beda dalam mengekspresikan dirinya. Jika ruang ekspresi tidak terwadahi dengan baik, maka akan terjadi konflik yang kontraproduktif dalam syuro.

SYAHADATAIN, dan semuanya jadi baik..

POTRET SYAHADAT UMMAT
Keadaan kaum muslimin saat ini memang sangat memprihatinkan, bukan sekedar aspek materi yang minim, dengan gejala kemiskinan yang lekat dengan citra kaum muslimin, tapi juga aspek immateri yang meliputi : pendidikan, kesehatan, kesejahteraan bahkan aspek keyakinan terhadap dien-nya pun sangat lemah.
Bila kita gunakan Alquran sebagai teropong untuk melihat ummat, maka akan kita dapati ummat Islam dewasa ini adalah ummat LAIN, bukan sebagai ummat Alquran yang dilukiskan Allah SWT sebagai ummat terbaik, yang dijelaskan alasan terbaiknya karena mereka menyeru orang berbuat makruf dan mencegah orang bebuat munkar, serta beriman kepada Allah.
Secara umum dapat dikatakan bahwa kaum muslimin memiliki kelemahan di bidang aqidah, tsaqofah, tarbiyah, manajemen organisasi, dakwah dan akhlak. Kondisi ini berlaku di hampir semua negara-negara Islam/ mayoritas Islam.
Semua ini tak lebih karena kelalaian kaum muslimin yang seharusnya mampu menjadi Khalifah (pengatur) di muka bumi. Kita kehilangan kemampuan dalam menerjemahkan kehendak-kehendak Ilahiyah dalam bentuk yang aplikatif. Padahal alam semesta ini adalah milik Allah sehingga hanya Dia yang dapat mengoperasikan perputaran roda alam ini, sehingga ketundukkan dan kepatuhan kepadaNya adalah mutlak karena walaupun kita membangkang atau tidak melaksanakan kehendakNya –yang menyebabkan kehancuran dan kebinasaan—maka tidaklah berkurang kekuasaanNya.
Sebuah majalah Islam, Suara Hidayatullah, di tahun 90-an telah mengangkat fenomena ini dalam rubrik Kajian Uatama-nya. Disebutkan disana bahwa keadaan ummat yang carut marut ini adalah sebuah cerminan dari kualitas syahadat ummat yang masih sangat rendah, dan sekarang fenomena ini masih terus berlanjut, bahkan semakin menggejala.

MENEMUKAN KEMBALI SYAHADATAIN...
Kenapa ummat Islam terjebak pada situasi ini ? ini tak bukan karena kita semakin kabur dalam melihat visi dan misi mengapa kita diciptakan. Kekaburan visi kita kedepan tercermin dalam kelalaian kita kepada hari akhir yang kekal dan kita hanya sibuk dengan kesenangan dunia yang sifatnya sementara. Kekaburan visi misi mengapa kita diciptakan tercermin dalam kealpaan kita dengan tugas sebagai hamba sekaligus khalifah Allah di muka bumi yang semuanya ini adalah aktualisasi dan realisasi dari kekuasaan Allah yang merupakan penguasa tunggal, dengan kata lain kita sudah kabur dengan ke-tauhid-an kita terhadap Allah. Banyak diantara kaum muslimin yang beridentitas-Islam, mereka membaca syahadat tetapi belum bersyahadat, mereka mengerjakan sholat tetapi belum mendirikan sholat, mereka menunaikan haji tetapi belum berhaji, bahkan mereka memperjuangkan Islam tetapi mereka belum berjuang untuk Islam.
Sesungguhnya perjuangan berat Rosulullah dalam menemukan syahadat telah terlambang dalam peperangan lahir, yang digambarkan dalam bentuk perang fisik melaawan bala tentara pimpinan Abu Sufyan. Sedang peperangan bathin adalah melawan hawa nafsunya sendiri, sesuai sabdanya bahwa jihad akbar adalah jihad melawan hawa nafsu sendiri.
Barulah setelah itu syahadat dalam pengertian sesungguhnya dapat dijumpai oleh segenap umat Islam pada zaman itu. Rosul pun tidak terlalu sulit dalam menebarkan benih-benih syahadat dalam masyarakat Islam. Relatif tidak begitu lama dalam jangka waktu dua puluh tiga tahun, buah syahadat menampakkan diri berupa tatanan masyarakat Islami yang diidam-idamkan.

NILAI STRATEGIS SYAHADAT
Benarkah syahadatain dapat merubah tatanan masyarakat, yang tadinya jahily menjadi tatanan masyarakat islam? Dimanakah letak strategis syahadatain? Bagi sebagian orang mungkin tak akan percaya bahwa sesungguhnya perubahan itu dimulai dari syahadatain. Tapi fakta sejarah telah membuktikan bahwa rosulullah mengubah dunia dengan landasan awal syahadatain.
Setidaknya ada beberapa nilai strategis syahadatain, yaitu :
1. Pintu gerbang Islam
apa sih bedanya orang Islam dengan kafir ? pakah dari namanya? Robert dengan Hasan? Atau dari wajahynya berjenggot atau tidak? Ternyata ada juga Robert yang beragama islam sedang hasan beragama nasrani dan banyak kaum muslimin yang tidak berjenggot sedangkan penyanyi barat yang kristen berjenggot, bahkan pencuri-pencuri arab yang kafir juga berjenggot.. lalu apa yang membedakannya?yang membedakanya adalah syahadat. Seseorang dikatakan muslim bila dia mengikrarkan syahadatain karena sesungguhnya syahadatain merupakan pernyataan ketundukkan (Islam) itu sendiri.seseorang belum dikatakan muslim bila hanya mengikrarkan Laa Ilaha Ilallah sebab hakikat seorang muslim adalah ketundukan, jika belum tunduk kepada sunnah rosulullah maka belum Islamlah dia (QS 60:13; 59:7).
2. Syahadat merupakan inti ajaran Islam
Islam bila diperas maka akan kelihatan pangkal dan ujungnya merupakan laa Ilaha Ilallah. Dari segala aspek peribadatan ternyata menuju kepada pengabdian kepada Yang Esa, yaitu Allah. Islam mencakup ibadah dalam arti khusus (mahdloh) yang benar-benar ditujukan kepada Allah semata, Islam mencakup Ibadah alam arti luas/umum, muamalah (ghoir mahdloh) yang merupakan konsekuensi dari tugas kholifah dan fungsi kholifah inilah yang merupakan bukti aktuaisasi kekuasaan Allah Yang Maha Besar yang tidak hanya bisa menuruti perintahNya ataupun membangkang, namun juga bisa memilih mana yang baik untuk dia dengan konsekuensi-konsekuensi tertentu (QS 20:123-124).
3. Syahadatain merupakan Asas perubahan
segala ssuatu yang ada di alam ini apat berubah sesuai dengan sunnatullah kecuali sunnatullah itu sendiri. Namun sesuatu itu ada yang cepat berubah dan ada yang lambat. Pengetahuan dan teknologi mudah sekali berubah, kebudayaan lebih lambat, dan ideologi/keyakinan/akidah susah untuk berubah, sehingga dapat dikatakan manakala ideologi seseorang sudah berubah, maka berubah pula tatanan kehidupan dia (budaya, teknologi, pengetahuan, cara hidup dsb). Demikian pula dengan orang Islam apabila syahadat yang merupakan inti ajran Islam sudah menancap dalam dirinya sebagai akidah, maka berubah pula seluruh aspek kehidupannya seperti halnya seorang Umar bin khottob yang dulunya seorang jahiliyah yang bengis sehingga tega membunuh anak perempuannya sendiri dan bodoh karena menyembah berhala dapat berubah menjadi seorang penyayang yang selalu ronda tiap malam untuk mencari orang yang membutuhkan dan menjad seorang yang pandai sehingga mampu membuat undang-undang sesuai syariat Islam setelah dia bersyahadat. Syahadat inilah yang akan selalu memompa semangat ummat Islam untuk selalu membuat perubahan yang lebih baik (QS 13:11) dan karena inlah orang-orang kafir sangat takut kepadanya.
4. Syahadat merupakan hakikat dakwah para rasul
rasul dilahirkan dari ibu yang berbeda-beda namun mempunyai misi yang sama. Syariat yang dibawa rosul dapat berbeda-beda namun intinya tetap sama yaitu beriman kepaada Allah dan menjauhi thogut.
5. syahadat merupakan keutamaan yang agung
syahadat dapat menyelamatkan dari azab Allah di dunia dan akhirat. Juga menjadi sebab terhapusnya dosa dan maksiat sertta sebab masuknya seseorang kedalam surga dan tidak kekal di neraka.

KANDUNGAN SYAHADAT
Setelah kita mengetahui urgensi syahadat dala kehidupan maka perlu sekiranya kita mengetahui kandungan syahadat karena kandungan syahadat inilah yang menjadikan kengerian orang kafir seperti diungkapkan Amr bin hisyam (abu jahal) kepada nabi sekaligus ketenangan bagi kaum muslimin. Syahadat merupakan sebuah ikrar, sumpah dan janji yang diyakini dalam hati diucapkan oleh lisan dan diamalkan sesuai dengan rukun-rukun tang telah ditetapkan yang isinya tentang Tiada ilah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.
Kandungan Laa ilaha Ilallah sendiri adalah bahwa kita mengakui tidak ada pencipta, tidak ada pemberi rizqi, tidak ada penguasa, tidak ada yang memberi manfaat dan mudharat, tidak ada pengatur alam semesta ini, tidaka da pelindung, tidak ada hakim, tidak ada yang berhak memerintah dan melarang, tidak ada pembuat syariat, tidak ada yang ditaati an tidak ada yang pantas disembah serta diibadahi kecuali Allah, sedangkan kandungan Muhammadurosulullah adalah kita wajib taat dan mengambil suri teladan untuk kita realisasikan dalam kehidupan hanya kepada Nabi Muhammad.

KONSEKUENSI SYAHADAT
Kandungan syahadat diatas sudah barang tentu akan membawa konsekuensi yang antara lain :
1. Cinta dan Iman tanpa ragu-ragu
Allah berfirman : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RosulNya kemudian tidak ragu-ragu dan berjihad dengan harta dan juwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar (QS 49:15).
2. Jihad
segala kesaksian dan pernyataan tanpa bukti sesungguhnya hanyalah angan-angan. Bukti bahwa orang yang bersyahadat adalah dengan kerelaannya mengorbankan segala apa yang dia punyai baik harta maupun jiwa untuk menegakkan kalimat syahadat di muka bumi. Namun ini semua tak akan pernah terealisir kecuali dengan jihad (kesungguhan).
3. Alwala’ wal bara’
kalimat syahadat merupakan upaya pelepasan diri/penolakan terhadap semua Ilah (bara’) dan penisbahan diri menjadi seorang hamba hanya kepada Allah (wala’) sehingga konsekuensinya seorang yang telah bersyahadat harus berani menolak segala bentuk penghambaan kepada selain Allah dan segala kedzaliman. Selain itu dia harus tunduk, patuh dan loyal (setia) kepada Allah (QS 60:1).
4. Totalitas Islam
Allah tidak menghendaki ada penyekutuan terhadapNya karena Dia tidak menghendaki adanya parsialisasi Islam sebab dengan parsialisasi maka akan menggambarkan terbaginya cinta dimana hal inilah yang sangat dibenci Allah, dzat yang seharusnya paling dicinta (QS 9:24; QS 2:108).

DAMPAK SYAHADAT
Apabila syahadat telah menancap kuat pada diri kaum muslimin dan telah dia realisasikan melalui pemenuhan konsekuensinya maka kaum muslimin akan tumbuh sikap merdeka, mulia, tenang, aman, optimis, berani dan tawakkal. Selain itu akan turun barakah dari Allah dan akan mendapatkan kepemimpinan.

EPILOG
Sesungguhnya kehidupan ini adalah cobaan bagi manusia. Segala persoalan islam yanga da pada saat bini juga merupakan cobaan bagi kaum muslimin. Kita diuji bagaimana kita mampu mempertahankan tauhid dalam kehidupan kita. Kita dulu dihidupkan dengan syahadat dan mati pun seharusnya dengan syahadat (syahid) pula sehingga kita mendapatkan jannah Allah yang dijanjikan. Amiin

Untuk Para Pemuda Islam

. DUA POTRET YANG BERBEDA
Seorang mahasiswi, di Palestina, bulan depan akan menikah dengan seorang pemuda, persiapan telah dilakukan, namun belum sempat masa bahagia itu terlaksana, ia—mahasiswi tsb—dikabarkan syahid, ternyata dia adalah salah seorang anggota organisasi terkenal di palestina yang mencetak anggotanya menjadi seorang pelaku bom syahid, dia telah memilih kemuliaan di sisi Allah dengan mengorbankan nyawa demi membebaskan negerinya.
Seorang mahasiswi, di Indonesia, bulan depan akan wisuda, gelar kesarjanan sudah nampak di depan mata, belum sempat masa bahagia terlaksana, ia dikabarkan tewas bunuh diri karena sang pacar tak mau bertanggungjawab atas kehamilannya.

Menjadi pengamen di bus sebenarnya bukanlah cita-cita Udin, tapi apa daya, ia memilih hidup di jalanan karena ia melihat kehidupan disana, sementara bangku kuliah yang kemarin sempat di dudukinya sudah lama ditinggalkannya, bukan apa-apa, masalah biaya adalah masalah yang sampai sekarang belum sempat terpecahkannya.
Lain halnya dengan Aldin, ke kampus selalu bawa mobil, tiap hari main ke mall, malem ke diskotik, sempat tertangkap basah ketika nyabu bareng teman-teman kampusnya. Sementara orang tuanya sudah entah berapa kali mengingatkannya,..
ADA APA DENGAN PARA PEMUDA ???


B. PEMUDA ?? SIAPAKAH DIA ??

Hasan AlBanna pernah berkata: “Sesungguhnya sebuah pemikiran itu akan berhasil diwujudkan manakala kuat rasa keyakinan kepadanya, ikhlas dalam berjuang di jalannya, semakin bersemangat dalam merealisasikannya dan kesiapan untuk beramal dan berkorban dalam mewujudkannya. Keempat rukun ini—iman, ikhlas, semangat, dan amal) merupakan karakter yang melekat pada diri PEMUDA, karena sesungguhnya dasar keimanan itu adalah nurani yang menyala, dasar keikhlasan adalah hati yang bertaqwa, dasar semangat adalah perasaan yang menggelora, dan dasar amal adalah kemauan yang kuat. Itu semua tidak terdapat kecuali pada diri para pemuda.”

Musthofa Muhammad Thahan menjelaskan tentang kekuatan pemuda:
1. Sektor pembebasan dan kemerdekaan
Pemuda adalah kemampuan, tekad, keberanian, dan kesabaran mengahdapi tantangan. dengannya ummat menghalau musuh dan mengangkat bendera kejayaannya.
2. Sektor pemikiran dan Pembentukannya
Pemuda adalah unsur kokoh yang mampu belajar keras, menguasai dan menghasilkan pemikiran serta pembaruan. Ibarat ranting yang amsih segar, kelenturannya cukup untuk terbentuknya pemikiran sekaligus mentransformasikan pemikiran tersebut kepada orang lain.
3. Sektor Iman dan Amal
Iman yang diam dan kehilangan dinamika tidak ada harganya , sedangkan keimanan pemuda selalu memunculkan energi tersembunyi yang besar dalam bentuk gerakan membina umat.
4. Sektor Perubahan
Pemuda adalah pelopor dan sarana perubahan, Allah SWT tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mengubah kondisi jiwa mereka. Sedangkan pemuda memiliki kekuatan jiwa yang besar, maka perubahan yang dilakukannya pun besar.


Pemuda adalah individu yang merupakan bagian dari masyarakat, dan pemuda adalah salah satu individu pilihan yang paling banyak kontribusinya di masyarakat, paling dinamis dan paling berpengetahuan. Masyarakat dapat bangkit bersama gerakan pemuda dan masyarakat akan diam dan tertinggal jika pemuda melalaikan kewajiban dan perannya.

Selain memiliki kekuatan diatas, pemuda juga memiliki nilai strategis lain yaitu :
1.Memberi tanpa berpihak/obyektif/independen
2.Kelompok yang selalu bekerja
3.Wanita dan pria
4.Syuro tanpa sikap diktator
5.Bersifat internasional/mondial

C. TENTANG “OSTEOPORESIS”

Kalau memang pemuda memiliki kekuatan yang luar biasa, pertanyaannya adalah kenapa sampai saat ini umat Islam tak kunjung bangkit dari keterpurukannya??.
Bila seluruh umat Islam diibaratkan sebagai satu bentuk yang kokoh, maka pemuda adalah tulang punggungnya, pemuda adalah tulang punggung kebangkitan Islam, apa yang terjadi pada sebuah tubuh bila tulang punggungnya retak, keropos, atau bahkan patah ??
Ada diantara pemuda yang tumbuh dalam suasana bangsa yang sulit dan bergejolak, dimana kesadaran akan eksistensi diri selaku muslim dan keinginan untuk membangkitkan umat ini telah begitu kuat tertanam dalam dirinya.
Ada juga diantara para pemuda yang tumbuh dalam suasana bangsa yang bejat dan rusak, dimana para pemimpinnya tak mampu mensejahterakan rakyatnya, ketimpangan sosial begitu menganga, pengaruh barat telah merasuk hebat, gaya hidup yang hedonis dsb. Sehingga pemuda yang tumbuh dalam suasana ini aktivitasnya lebih banyak tertuju pada dirinya sendiri daripada pada umatnya, dia pun kemudian cenderung hura-hura, dan main-main karena untuk menenangkan hatinya, meski sementara. Saya menamakan fenomena ini sebagai OSTEOPOROSIS (pengeroposan tulang), dimana terjadi proses penghancuran kekuatan pemuda sebagai tulang punggung sebuah generasi.

D. BERFIKIR GLOBAL, BERTINDAK LOKAL
Ketika kesadaran, secara perlahan mulai menyelimuti hati kita, maka satu hal yang mesti kita lakukan adalah : BERGERAK !!! karena sesungguhnya perubahan tidak akan pernah terjadi jika hanya DIAM.
Perhatikan kondisi di sekitar kita, layakkah itu kita sebut sebagai situasi yang Islami?? Benarkah pendidikan yang kita jalani adalah pendidikan yang sesuai dengan spirit Islam? Apakah pergaulan di masyarakat mencerminkan semangat persaudaraan Islam? Kalau tidak, segera susun kekuatan, galang persatuan dan gunakan sarana-sarana yang ada untuk MEMPERBAIKINYA!.

Akidah Islamiyah

Keajaiban Alam Semesta
Bumi, langit dan seluruh alam semesta beserta seluruh isinya telah diciptakan oleh Alloh SWT. Kemudian semua itu dipelihara dan diatur oleh-Nya. Dari dulu hingga sekarang, bumi tetap pada posisi yang ideal. Andaikan terlalu dekat ke matahari seperti Venus, niscaya tidak akan ada kehidupan di dalamnya karena bumi terlalu panas dan beracun. Andaikan terlalu jauh seperti Mars, niscaya tidak akan ada yang hidup karena terlalu dingin dan tidak beroksigen. Dan anehnya, bumi tetap melayang pada posisinya.
Begitu juga planet-planet dan bintang-bintang. Semuanya berputar pada garis edarnya. Tidak ada yang bertabrakan. Tidak ada kehancuran. Kecuali meteor atau bintang yang sudah habis masanya. Dan itu pun tidak mempengaruhi sistem alam semesta. Kalaulah itu semua karena gravitasi, lalu dari manakah gravitasi itu? Semua menyimpulkan adanya peran Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Perkasa yang mengatur dan memelihara alam semesta.
Dan masih banyak lagi fenomena-fenomena di alam ini. Termasuk di bumi ini, misalnya fenomena munculnya hujan dan petir. Dan bahkan pada diri kita sendiri. Siapakah yang bisa menerangkan bagaimana jantung yang ada di dada kita dapat berdenyut tanpa kita suruh?
Lalu, apa yang akan terjadi apabila Tuhan itu lebih dari satu? Apa yang akan terjadi apabila ada dua saja tuhan yang mengatur alam semesta. Tentulah dunia ini sudah hancur sejak dulu.


PENGERTIAN
Secara bahasa, ‘Aqdun-‘Aqoid berarti akal atau ikatan. Maksudnya yaitu ikatan yang mengikat manusia dengan aturan-aturan Alloh dan nilai-nilai Islam. Sedangkan secara istilah, Aqidah adalah suatu yang wajib diyakini atau diimani tanpa keraguan, diikrarkan dengan lisan dan diwujudkan dalam amal perbuatan sehari-hari.


URGENSI AKIDAH ISLAM DALAM KEHIDUPAN
Islam ibarat sebuah bangunan, sedangkan akidah merupakan dasar atau pondasi yang urgen (penting) bagi berdirinya bangunan Islam secara keseluruhan. Kuat lemahnya bangunan tergantung pada pondasinya. Meskipun bangunan itu terbuat dari besi dan beton, namun jika pondasinya terbuat dari kayu-kayu yang rapuh, maka bangunan yang kuat tadi akan menjadi bangunan yang mudah roboh. Sehingga semakin besar suatu bangunan, maka semakin membutuhkan pondasi yang kuat dan menghunjam ke bumi. Hal lain yang dapat dipetik dari hakikat ini adalah kita harus membangun pondasi (asas) terlebih dahulu sebelum mendirikan bangunan.
Akidah yang kuat diumpamakan sebagai pohon yang baik yaitu akarnya menghunjam ke bumi, cabangnya menjulang ke langit, berdiri kukuh, tidak mudah tergoyahkan meskipun diterjang oleh badai, dan pohon itu memberikan buah yang ranum lagi menyenangkan. Sebagaimana firman Alloh dalam QS.Ibrahim:24-25
Kekuatan akidah yang seperti itu akan memancar dari sikap hidup dan perilaku pemiliknya. Semua amal perbuatannya berasas dan berasal dari akidah Islam yang merupakan pantulan sinar keimanan dan aplikasi yang nyata atas keyakinan “laa ilaaha illallah”. Sedangkan setiap perbuatan yang tidak bersumber dari akidah Islam, maka tidak akan bernilai dan sia-sia belaka. Sebagaimana firman Alloh dalam QS. Ibrahim :18
Berikut ini adalah beberapa pentingnya akidah Islamiyah bagi kehidupan seorang Muslim :
1.Kemerdekaan Jiwa dari Kekuasaan Orang Lain
Sifat itu timbul karena keimanan yang sebenar-benarnya kepada Alloh, sehingga akan memberikan kemantapan dalam jiwa seseorang bahwa hanya Alloh sajalah yang Mahakuasa untuk memberi kehidupan, mendatangkan kematian, memberikan ketinggian kedudukan, menurunkan dari pangkat yang tinggi, juga hanya Dialah yang dapat memberikan kemudaratan dan kemanfaatan kepada seorang manusia. Selain tak ada yang kuasa melakukannya. Firman Alloh : QS.Al-A’raf :188.
Sebenarnya sebab utama yang mengekang manusia sehingga tidak dapat bergerak dengan bebas dan cepat, juga yang menjadi penghalang terbesar untuk mencapai kemajuan ialah sikap tunduk dan patuh pada orang lain. Sikap kediktatoran dari orang atau golongan lain itulah yang menghambat segala macam kemajuan.
Dengan Islam maka segala macam penghambaan haruslah dilenyapkan, sedang sebagai gantinya harus dikembangkan kemerdekaan setiap orang dari kungkungan dan belenggu. Hanya kepada Allah lah kita pantas untuk tunduk dan patuh, bukan kepada orang atau makhluk lain.
Bilal telah memberikan pelajaran kepada orang-orang yang semasa dengannya, juga kepada orang di segala masa, suatu pelajaran berharga yang menjelaskan bahwa kemerdekaan jiwa dan kebebasan nurani tidak dapat dibeli dengan emas separo bumi, atau dengan siksaan bagaimanapun dahsyatnya.
Dalam keadaan telanjang ia dibaringkan di atas bara, dengan tujuan agar ia meninggalkan agamanya atau mencabut pengakuannya, tetapi ia menolak. Maka budak Habsyi yang lemah tidak berdaya ini telah dijadikan oleh Rasulullah SAW dan agama Islam sebagai guru bagi seluruh kemanusiaan dalam hal menghormati hati nurani dan mempertahankan kebebasan serta kemerdekaannya.

2.Menumbuhkan Jiwa Keberanian dan Keteguhan untuk Membela Kebenaran
Kematian akan dianggap tidak berharga sama sekali, diremehkan, bahkan sebaliknya justru akan dicari secara syahid demi menuntut tegaknya keadilan dan kejujuran serta kebenaran.
Apa sebabnya jiwa keberanian itu timbul? Sebabnya ialah karana keimanan mengajarkan bahwa yang kuasa memberikan umur itu tidak ada selain Alloh. Umur tidak akan berkurang disebabkan manusia menjadi berani dan terus maju, tetapi tidak pula akan bertambah dengan adanya sikap pengecut dan licik.
Alangkah banyaknya manusia yang mati di atas kasurnya yang empuk, tetapi banyak pula orang yang selamat di tengah berkecamuknya peperangan yang mahadahsyat dan pertarungan yang amat sengit. Alloh berfirman dalam QS. Ali Imran :145
Keberanian dan keteguhan membela kebenaran bisa kita lihat ketika Ibn Rawahah mengobarkan semangat kaum Muslimin dalam perang Muktah. Ketika nyali kaum Muslimin mulai menciut melihat tentara Romawi yang seakan tiada ujung akhir dan seolah-olah tidak terbilang jumlahnya, Ibnu Rawahah berseru, “ Kawan-kawan sekalian! Demi Alloh, sesungguhnya kita berperang melawan musuh-musuh kita bukan berdasar bilangan, kekuatan atau banyaknya jumlah! Kita tidak memerangi mereka, melainkan karena mempertahankan agama kita ini, yang dengan memeluknya kita telah dimuliakan Alloh…!Salah satu dari dua kebaikan pasti kita capai, kemenangan atau syahid di jalan Alloh…!”
Keimanan yang menghunjam dalam dadanya telah memunculkan keberanian sehingga ia tidak gentar menghadapi musuh walaupun jumlahnya sangat besar. Keimanan itu pula yang menahan dia untuk tetap berada dalam medan peperangan walau kondisinya sangat tidak seimbang bila dibandingkan dengan kekuatan yang amat dahsyat.

3.Ketenangan atau Thuma’ninah
Yang dimaksud thuma’ninah adalah ketenangan hati dan ketentraman jiwa sebagai bekas dari adanya keimanan yang mendalam.
Jikalau hati sudah tenang dan jiwa tenteram maka kita akan merasakan kelezatan beristirahat, juga kenikmatan keyakinan dalam kalbu. Di samping itu ia akan berani menanggung segala kesukaran dan kesengsaraan dengan sikap yang berani, ia akan tabah menghadapi segala bahaya sebesar apa pun. Sementara itu ia akan meyakinkan pula bahwa pertolongan Alloh pasti akan diulurkan untuknya, karena hanya Dialah yang Mahakuasa untuk membuka segala pintu yang tertutup dan mendobrak segala jendela yang terkunci. Dengan kepercayaan yang sedemikian ini maka ia tidak mungkin akan dihinggapi oleh kesedihan, penyesalan, ataupun hendak mundur ke belakang, apalagi keputusasaan. Sifat ini sama sekali tidak terdapat dalam kamus kalbunya. Sebagaimana firman Alloh dalam QS.Al-Baqarah :257.
Bekas keimanan yang mendalam sangat terlihat ketika Ismail menerima perintah Alloh bahwa dirinya harus disembelih oleh ayahnya sendiri. Ia tidak merasa khawatir sedikitpun akan dirinya. Begitu pula Ibrahim tidak merasa khawatir sedikitpun ketika menerima perintah untuk menyembelih anak satu-satunya yang sudah lama ia dambakan kehadirannya untuk meneruskan risalah Ilahi. Namun mereka berdua yakin bahwa ketika mereka sudah menyerahkan semuanya pada kehendak Alloh, maka Alloh lah yang akan menjamin segala urusannya.

4.Keyakinan bahwa Rizki adalah Pemberian Alloh
Keimanan akan menimbulkan keyakinan yang sesungguhnya bahwa hanya Alloh jualah yang Mahakuasa memberikan rizki, juga bahwa rizki itu tidak dapat dicapai karena kerasukan orang yang bersifat tamak dan tidak dapat ditolak oleh keengganan orang yang tidak menyukainya. Sebagaimana firman Alloh dalam QS. Hud:6 dan QS.Al-Ankabut:6.
Manakala akidah yang sebenar-benarnya itu sudah meresap dalam jiwa, sudah pasti manusia yang memilikinya akan terlepas dari hinanya sifat kikir, tamak, rakus, dan loba. Sebagai gantinya, ia akan bersifat dan berbudi yang utama seperti dermawan, suka memberi bantuan, gemar menolong, dll.
Sahabat Abu Bakar Ash-Shidiq patut menjadi contoh bagi umat Islam bahwa rizki Alloh senantiasa akan mengalir. Beliau infakkan seluruh hartanya untuk kepentingan Islam, bahkan tidak tersisa sedikitpun. Untuk dirinya dan keluarganya, ia tinggalkan Alloh dan Rosul-Nya. Subhanallah…Beliau sangat yakin bahwa dengan Alloh dan Rasul-Nya itu sudah lebih dari cukup dan rizki Alloh pun akan selalu ada untuknya dan keluarganya.

MAKNA DUA KALIMAT SYAHADAT
1.Urgensi Syahadat
Syahadat merupakan ‘pintu masuk’ yang mengantarkan seseorang menuju Islam. Ia juga sebagai batas antara kekufuran dan keimanan, sehingga seseorang yang telah mengucapkannya (dengan kesadaran dan niat yang tulus) berarti telah menyandang status formal sebagai Muslim. Syahadat merupakan inti ajaran Islam, karena di dalamnya terkandung kalimat yang agung “laa ilaaha illallah”. Di samping itu, ia juga menjadi titik tolak perubahan seseorang dari kejahiliahan menuju kemuliaan Islam, dalam segala dimensinya. Syahadat juga merupakan hakikat dakwah atau ajaran yang dibawa oleh para rasul Alloh.

2.Makna Syahadat
Kalimat syahadat terdiri atas syahadat tauhid : laa ilaaha illallah ( tiada sesembahan selain Alloh) dan syahadat Rasul : Muhammad Rasulullah, yakni meyakini bahwa Muhammad adalah utusan Alloh.
Syahadatain melambangkan jiwa totalitas Islam, laksana nyawa yang merupakan nadi seluruh tubuh manusia. Seluruh anggota tubuh manusia tidak berfungsi sebagai seorang manusia yang hidup kalau nyawanya telah tiada. Seorang Muslim, biarpun ia banyak amal kebajikannya, tetapi jika tidak didasari ruh syahadataian, maka amal kebajikannya menjadi sia-sia di sisi Alloh SWT.
Beberapa syarat yang harus dipenuhi agar syahadat seseorang diterima oleh Alloh SWT, yaitu :
a.Al ‘Ilmu (mengetahui maknanya dengan benar)
b.Al Yaqin (meyakini tanpa keraguan sedikitpun)
c.Ikhlas (murni karena Alloh dan tidak menyekutukan-Nya)
d.Al Qobul (penerimaan secara bulat terhadap ketentuan dan tuntutan yang terkandung di dalamnya)
e.Al Inqiyad (ketrikatan yang kuat terhadapnya)
f.Ash Shidiq (kesesuaian antara lahir dan batin, ilmu dan amal)
g.Al Mahabbah (disertai dengan segenap perasaan cinta kepada Alloh)

Makna Syahadat Tauhid
Syahadat yang pertama dari dua kalimat syahadat tauhid yang berbunyi, Asyhadu anlaa ilaaha illallah. Kata asyhadu secara bahasa berasal dari kata syahada yang berarti I’lan (pernyataan), qassam (sumpah), dan wa’dun (janji).
Dari pengertian dia atas maka syahadat bukan hanya sebuah kalimat yang diucapkan oleh lisan sebagai formalitas kemusliman seseorang, melainkan harus merupakan keyakinan yang mendalam tanpa keraguan sedikitpun dan direlalisasikan dalam kehidupan seorang Muslim. Inilah makna Iman yang sebenarnya sebagaimana yang diungkapkan oleh para ulama bahwa iman adalah mengikrarkan dengan lisan, meyakini dalam hati, dan mengamalkan dengan anggota badan. Kalimat laa ilaaha illallah memiliki makna yang sangat lluas dan dalam, antara lain :
a.Tiada sesembahan selain Alloh
Bila seseorang telah mengikrarkan syahadat tauhid maka berarti telah mengimani Alloh sebagai satu-satunya al-ma’bud (yang disembah) dan tidak menyekutukanNya dengan yang lainnya. Sebagaimana firman Alloh dalam QS.Thaha:14
Seseorang yang telah mengabdikan diri kepada Alloh, ia pasti membesarkan dan mengagungkan Alloh serta merendahkan diri kepada-Nya dalam seluruh kehidupannya. Aktivitas/amal perbuatan yang dilakukannya akan berorientasi kepada penghambaan diri kepada Alloh.


b.Tiada Pemimpin / Pelindung selain Alloh
Seseorang yang telah menjadikan Alloh sebagai sesembahannya dan mengabdikan dirinya kepada Alloh maka ia pun harus menjadikan Alloh sebagai pelindung / pemimpinnya. Seperti firman Alloh dalam QS. Al-Baqarah : 257 dan Al-Maidah : 5.
Seorang mukmin yang telah meyakini bahwa Alloh adalah pemimpin/pelindungnya, maka tidak ada kekuatan yang perlu ditakuti selain kekuatan Alloh, sehingga ia akan selalu patuh dan taat untuk menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya dan ia akan tampil menjadi orang yang berani berpegang pada syariat-syariat Alloh. Kehidupannya akan senantiasa terarah oleh panduan hidayah Alloh.

c.Tiada Tujuan selain Alloh
Bila seseorang telah menjadikan Alloh SWT sebagai wali/pemimpin/pelindung, maka ia akan melakukan apa saja yang diridhoi-Nya. Dengan kata lain, segala yang dilakukan adalah dalam rangka mencari ridha-Nya. Alloh lah yang menjadi satu-satunya ghayah (tujuan) bai semua aktivitas seorang mukmin. Sebagaimana firman Alloh dalam QS.Al-An’am:162-163 dan QS. Alam Nasyrah:8.
Nilai amal seorang hamba di hadapan Alloh sangat ditentukan oleh komitmennya menjadikan Alloh sebagai satu-satunya tujuan yang sering disebut niat yang ikhlas dan menjadikan keridhaan-Nya sebagai sentral/pusat dari semua aktivitas kehidupannya. Amal yang niatnya tercampuri oleh tujuan lain selain keridhaan Alloh, akan ditolak oleh Alloh karena hal itu merupakan salah satu bentuk penyekutuan Alloh

Makna Syahadat Rasul
Alloh sebagai pencipta kita, tidak begitu saja membiarkan ciptaan-Nya kebingungan dalam mencari pegangan hidup. Alloh SWT memberikan petunjuk-Nya untuk seluruh manusia melalui Rasul-Nya.
Rasulullah Muhammad SAW sebagai rasul terakhir diutus oleh Alloh untuk manusia seluruhnya dan menjadi penutup para nabi. Beliau sebagai penyempurna ajaran-ajaran yang dibawa rasul-rasul sebelumnya (QS. Al-Anbiya’:107)
Dengan pengikraran syahadat yang kedua yaitu asyhadu anna muhammadurrasulullah, maka seseorang Muslim berkewajiban untuk :

a.Membenarkan setiap apa yang beliau kabarkan
Sesungguhnya apa yang disampaikan oleh Rasulullah Muhammad SAW adalah semata-mata berasal dari Alloh SWT. (QS.An-Najm:3-5)

b.Taat terhadap apa yang diperintahkan
Taat dan patuh adalah suatu keharusan bagi kita yang sudah mengikrarkan syahadat . Taat kepada Rasul merupakan perwujudan taat kita kepada Alloh. (QS. An-Nisa:80).

c.Menjauhi apa yang dilarang Rasulullah
Lihat QS. Al-Hasyr:7
d.Menjadikan Rasulullah Muhammad SAW sebagai teladan
Sudah barang tentu Rasul yang diutus Alloh adalah manusia pilihan. Rasulullah adalah teladan utama dalam kehidupan Muslim. (QS.Al-Ahzab:21)

Sabtu, 25 Juli 2009

Susunan Kepengurusan Rohis Teknk Kimia 2009

Rohis adalah suatu organisasi di bawah HIMA (Himpunan Mahasiswa) untuk di setiap jurusannya. Rohis ini adalah suatu organisasi yang berlandasakan Al-Quran dan Al-Hadist. Rohis ini adalah suatu organisasi dimana yang didalamnya bukanlah orang yang alim tetapi adalah sekelompok orang yang ingin merubah dirinya menjadi lebih baik. Orang salah mengartikan bahwa ROHIS ini adalah sekelompok orang yang berkumpul yang sudah memiliki ilmu agama yang tinggi, pendapat seperti itu salah dimana ROHIS disini adalah sekelompok orang yang ingin menjadi lebih baik lagi.

ROHIS ini adalah Rohis dari Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda atau yang lebih sering di dengar ROHIS T-KIM. Menurut beberapa sumber Rohis ini adalah Rohis yang paling merdeka atau yang paling subur di setiap tahunnya karena memiliki kader yang berpotensi. Tetapi pada tahun ini ROHIS Kimia mengalami kemunduran atau kurangnya aktif bagi pengurusnya. Karena pengurus disini memiliki kesibukan masing-masing dan mendapatkan double amanah yang membuat ROHIS ini sedikit terlupakan. Sebenarnya ini semua bukan alasan bagi mereka yang mendapatkan amanah ini. Dimana Allah SWT berfirman dalam Al-Quran Surat Muhammad Ayat 7 yang berbunyi

”Barang siapa yang memperjuangkan Agama Allah pasti Allah akan memudahkan semua urusannya baik di dunia maupun di akhirat”

Jadi bagi kalian yang mengaku kader dakkwah jangan takut akan hal itu, karena itu adalah perkataan Allah langsung yang tak pernah ingkar dalam setiap perkataannya.

Dalam setiap organisasi pasti ada yang namanya Cinta Lokasi atau suka dengan sesama pengurus. Kenapa hal itu bisa terjadi? Hal ini bukan pada ROHIS saja tetapi ini juga terdapat di semua organisasi, karena seringnya kita bertemu dengan kader yang lain terutama Akhwatnya, nah inilah yang membuat virus merah jambu itu terjadi. Sebenarnya ROHIS ini adalah organisasi tentang keagamaan, tetapi kenapa hal itu bisa terjadi? Banyak orang yang berpendapat bahwa orang yang ikut ROHIS saja bisa berpacaran, berarti pacaran itu tidak dilarang dunkz? Nah disini lah para pengurus itu harus meluruskan pendapat dari orang-orang tersebut yang pemahamannya kurang tentang agama.

----------------------Bersambung--------------------

SUSUNAN KEPENGURUSAN ROHIS

TEKNIK KIMIA 2009

Ketua Umum : Rizaldi Adyatma

Sekretaris : Chairunnisa

Bendahara : Raden Ajeng Ema Maulidya

Ketua Divisi Katalis : Aslan

Ketua Divisi Taklim : Ahmad Maulana Hasan

Ketua Divisi Medifo : Hamsah Ramli

Ketua Divisi Danus : Lalang Dwi Yoga Sakti

Ketua Divisi Keputrian : Warni

Nb : untuk anggotanya tidak dimasukkan karena lupa siapa dan dimana dia mendapatkan amanahnya. Afwan...